Rabu, 28 Oktober 2015

CARA-CARA MELAKSANAKAN SHOLAT KUSUF/KHUSUF DAN SHOLAT ISTISQO



A.      Sholat Kusuf/Khusuf

1)   Pengertian Kusuf/Khusuf
Kusuf adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
Khusuf adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.

2)      Pengertian Shalat Gerhana

                                    Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.

Firman Allah :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ 
    
            Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37)

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ أيَتَانِ مِنْ أيَاتِ اللّهِ، لاَيَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإِذَارَأَيْتُمْ ذلِكَ فَادْعُوْا اللّهَ وَكَبِّرُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَصَلُّوْا. رواه البخارى ومسلم

Artinya:  sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua macam tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah swt, terjadinya gerhana matahari atau bulan bukan karena matinya seseorang maupun hidupnya seseorang. Maka dari itu jika kamu melihatnya, berdoalah kepada Allah, dan bertakbirlah, dan bersedekahlah, dan shalatlah. (H.R. Bukhari dan Muslim)


عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعُوا وَتَقَدَّمَ فَكَبَّرَ وَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

            Dari Aisyah bahwa telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu beliau mengutus seorang untuk menyeru “Asholatu Jami'ah,” maka mereka berkumpul dan beliau maju bertakbir dan shalat dua rakaat dengan empat ruku' dan empat sujud. HR Muslim

   عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَأَطَالَ الْقِيَامَ جِدًّا ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ جِدًّا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَأَطَالَ الْقِيَامَ جِدًّا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ جِدًّا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَإِنَّهُمَا لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَكَبِّرُوا وَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ إِنْ مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرَ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا وَلَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ

            Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata: telah terjadi gerhana matahari di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu beliau berdiri melaksanakan shalat dengan memanjangkan sekali berdirinya kemudian rukuk dengan memanjangkan sekali rukunya lalu bangkit dari ruku dan memanjangkan sekali berdirinya namun lebih pendek dari yang pertama kemudian rukuk dengan memanjangkan rukuknya namun kurang dari ruku' yang pertama kemudian beliau sujud kemudian beliau melakukan hal yang sama dalam rakaat kedua, kemudian beliau selesai shalat ketika matahari telah kelihatan kembali, lalu beliau berkhutbah dengan bertahmid dan memuji Allah kemudian berkata: “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kebesaran Allah tidak akan terjadi gerhana karena kematian atau lahirnya seseorang, maka jika kalian menyaksikannya bertakbirlah dan berdoalah kepada Allah dan shalatlah dan bersedekahlah, wahai umat Muhammad  tidaklah seorang pun lebih cemburu dari Allah ketika hambanya laki maupun perempuan berzina, wahai umat Muhammad seandainya kalian mengetahui apa yang aku tahu niscaya kalian banyak menangis dan sedikit tertawa ketahuilah apakah aku telah menyampaikan ?” (HR Muslim).

3)      Pelaksanaan Shalat Gerhana

1)   Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah.
2)   Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu Jamiah". Dalilnya .
3)   Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).
4)   Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah
5)   Shalat ini juga dilakukan dengan khutbah menurut pendapat As-Syafi`i. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.

4)      Tata cara shalat gerhana

1)   Bertakbir, membaca doa iftitah, ta’awudz, membaca surat al-Fâtihah, dan membaca surat panjang, seperti al-Baqarah.
2)   Ruku’ dengan ruku’ yang panjang.
3)   Bangkit dari ruku’ (i’tidal) seraya mengucapkan: sami’allhu liman hamidah.
4)   Tidak sujud (setelah bangkit dari ruku’), akan tetapi membaca surat al-Fatihah dan surat yang lebih ringan dari yang pertama.
5)   Kemudian ruku’ lagi dengan ruku’ yang panjang, hanya saja lebih ringan dari ruku’ yang pertama.
6)   Bangkit dari ruku’ (i’tidal) seraya mengucapkan: sami’allahu liman hamidah.
7)   Kemudian sujud, lalu duduk antara dua sujud, lalu sujud lagi.
8)   Kemudian berdiri ke raka’at kedua, dan selanjutnya melakukan seperti yang dilakukan pada raka’at pertama.

B.       Shalat istisqa

Istisqa` secara bahasa berasal dari makna meminta air. Dan secara istilah syariat adalah ibadah shalat yang secara khusus dilakukan agar Allah SWT segera menurunkan air hujan. Biasanya shalat ini dilakukan bila terjadi kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan keringnya sumber-sumber air, mati tanaman, hewan kehausan dan manusia kesusahan.

1.      Pensyariatan Shalat Istisqa`

Dari Abdullah bin Zaid Al-Mazani bahwa Nabi SAW keluar kepada orang-orang untuk meminta diturunkan air hujan. Maka beliau shalat bersama mereka dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya. (HR. Bukhari 1024, Muslim 1254, Abu Daud 1161, Tirmizy 557, Nasai 1521, Ibnu Majah 1267)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَاضِعاً مُتَبَذِّلاً مُتَخَشِّعاً مُتَرَّسِلاً مُتَضَرِّعاً فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّيْ فِى الْعِيْدِ

Artinya: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam keluar dengan penuh tawadhu’, berpakaian sederhana, penuh kekhusyuan, tidak tergesa-gesa, lalu memohon dengan penuh kesungguhan, kemudian beliau melakukan shalat dua rakaat seperti Shalat pada hari raya.” (H.R. Imam Ibnu Majah).

Dalil Tentang Shalat Istisqo :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً يَسْتَسْقِيْ، فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ بِلاَ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ، ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا اللهَ، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعاً يَدَيْهِ، ثُمَّ قَلَّبَ رِدَاءَهُ: فَجَعَلَ اْلأَيْمَنَ عَلَى اْلأَيْسَرِ وَاْلأَيْسَرِ عَلَى اْلأَيْمَنِ
           
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW keluar pada suatu hari untuk meminta hujan. Beliau shalat bersama kami dua rakaat tanpa azan dan iqamat. Kemudian berkhutbah untuk kami, berdoa kepada Allah, memalingkan wajah ke kiblat dengan mengangkat kedua tangan. Lalu membalikkan selendangnya sehingga yang kanan di kiri dan yang kiri di kanan. (HR. Ahmad 4/41 dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra 3/347)

2.      Tata Cara Shalat Istisqa`

a)        Disunnahkan untuk dilakukan dengan berjamaah, minimal ada imam dan makmumnya.
b)        Jumlah bilangan rakaatnya hanya dua rakaat saja.
c)        Dikerjakan kapan saja asalkan bukan di dalam waktu-waktu yang terlarang untuk shalat.
d)       Shalat ini dilakukan dengan mengerasakan bacaan oleh imam (jahr).
e)        Disunnahkan untuk membaca surat Al-A`la (Sabbhisma rabbikal a`la) pada rakaat pertama dan surat Al-Ghasyiah (Hal Attaka) pada rakaat kedua setelah membaca Al-Fatihah.
f)         Disunnahkan untuk disampaikan khutbah baik sebelum atau sesudah shalat.
g)        Disunnahkan untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT setelah selesai shalat khususnya permintaan untuk segera diturunkan hujan, dengan mengangkat tangan.
h)        Memindahkan rida' (selendang) dari bagian kanan tubuh ke bagian kiri atau sebaliknya.


Sabtu, 24 Oktober 2015

KEDUDUKAN HADIS DALAM ISLAM



            Dalam sejarah dan perkembangannya Al-Hadis (As-Sunah) ada sekelompok orang yang menolak Hadis (sunah) sebagai sumber hukum yang kedua baik seluruh atau sebagian.
Inkar as-sunah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunah Rasul baik sebagian maupun keseluruhan.

Tiga jenis kelompok ingkar as-sunah :
Kelompok yang menolak hadis-hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan;
Kelompok yang menolak hadis-hadis dalam al-Qur’an secara tersurat atau tersirat; dan
Kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir dan menolak hadis Ahad

Dalil-dalil penolakan Inkar Sunah terhadap Hadis
مَّا فَرَّطۡنَا فِى ٱلۡكِتَـٰبِ مِن شَىۡءٍ۬‌ۚ

....tiadak Kutinggalkan sesuatupun dalam Al-Kitab (Al-Qur’an)... (QS. Al-An’am ayat 38)
وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ تِبۡيَـٰنً۬ا لِّكُلِّ شَىۡءٍ۬


....dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu ... (QS. An-Nahl ayat 89)
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُ ۥ لَحَـٰفِظُونَ
            Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.
(QS. Al-Hijr ayat  9)
Bantahan terhadap Inkar As-Sunah
Dalil Al-Qur’an tentang kewajiban Taat kepada Allah dan Rasulnya :

     قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ‌ۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡكَـٰفِرِينَ
            Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Ali Imron ayat 32)

    
وَمَآ ءَاتَٮٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَہَٮٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
           

Artinya :
  …Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.(Q.S. Al-Hasyr : 7)


Dalil Hadis tentang kewajiban Taat kepada Allah dan Rasulnya :
         تَرَكْتُ ِفْيكُبمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْأَ بَدًامَااِنْتَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللِه وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ. رواه الحاَكم.>


Artinya : “Aku tinggalkan dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku”  (H.R. Al-hakim dari Abu Hurairah)
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا. .رواه أبوْداود.
Artinya : “Kalian wajib berpegang teguh dengan sunah- sunah ku dan sunah  Khulafa-Rasidin yang mendapat petunjuk, berpegang-teguhlah kamu sekalian dengan.........(HR Abu Dawud)
         عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يَأْتِيهِ الْأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُولُ لَا نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللَّهِ اتَّبَعْنَاهُ

            Artinya : “Dari Abi Rafi’i Radhiyallahu ‘anhu : ‘Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Nanti akan ada seorang di antara kalian yang duduk di sofanya, lalu datang kepadanya perintah dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang. Ia berkata : Aku tidak tahu apa-apa, yang kami dapati dalam Kitabullah itu yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kitabullah kami tidak ikuti)”.
         تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنَ لَنْ تَضِلُّوُا أَ بَدًا مَأاِ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رواه الحاكم)
Artinya : Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yang berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik)

            Ijma para sahabat
            Umat islam telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum beramal; karena sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis ternyata sejak Rasulullah masih hidup. Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber hukum islam.
Para ulama sepakat bahwa sunah sebagai hujah
Kehujahan sunah adakalanya sebagi pejelas terhadap al-qur’an
Kehujahan sunah berdasarkan dalil-dalil yang pasti
Sunah yang dijadikan hujah yang telah memenui persaratan shahih.

·     
Menurut petunjuk Akal
Nabi Muhammad adalah Rasul Tuhan yang telah diakui dan dibenarkan ummat Islam. Di dalam melaksanakan tugas Agama, yaitu menyampaikan Hukum-hukum Syari’at kepada ummat, kadang-kadang beliau membawakan peraturan-peraturan yang isi dan redaksi peraturan itu telah diterima dari Allah, dan kdang-kadang beliau membawakan peraturan-peraturan hasil ciptaan sendiri atas bimbingan ilham dari Tuhan. Dan tidak jarang pula beliau membawakan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tiada ditunjuk oleh wahyu atau dibimbing oleh ilham.
Fungsi Sunah :
Menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukum di dalam al-Qur’an
Memberikan keterangan ayat-ayat al-Qur’an meliputi :
1)        Memberikan perincian ayat-ayat yang masih mujmal
2)        Membatasi kemuthlakan
3)        Men-takhsis-kan keumumannya
4)        Menciptakan hukum baru yang tidak terdapat di dalam al-Qur’an
(Drs. Abuy Sodikin dan Badruzaman, S.Ag.)