Khalifah dalam bahasa Indonesia dapat diartikan pengganti atau orang
yang berada di belakang seseorang. Khalifah adalah bentuk tunggal,
bentuk jamaknya adalah khulafa’, sedangkan al-Rasydyn dalam
bahasa Indonesai berarti benar, pintar, atau lurus.
Dalam sejarah Islam Khulafaur Rasyidin diartikan : penggganti Rasul
yang benar dam lurus, dan diterima oleh seluruh umat.
Menurut bahasa,
Sahabat jama’ dari shahib yang berarti “yang empunya dan yang
menyertai.”
Sahabat Nabi (الصحابة النبي; ash-shahaabah
an-nabiy) adalah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad,
membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan Muslim.
Periode ini disebut Ashr-At-Tatsbbut
wa Al Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat. Nabi
Saw wafat pada tahun 11 H. Kepada
umatnya, beliau meninggalkan dua
pegangan sebagaidasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis (sunnah)
yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan.
Pada masa khalifah Abu Bakar dan
Umar, periwayatan hadis tersebar. Penulisan Hadis pun masih terbatas. Bahkan
pada masa itu, umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan
hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengarahkan
perhatiannya untuk menyebarkan luaskan Al-Qur’an.
Dalam praktiknya, ada dua sahabat
yang meriwayatkan hadis, yakni:
1.
Dengan lafazh asli, yakni menurut lafadz yang
mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
2.
Dengan makna saja, yakni mereka meriwayatkan
maknanya karena hapal lapazh asli dari Nabi Saw.
1. Abu Bakar
Ash-Shiddiq (11 H-13 H)
Khalifah Abu Bakar (w.13 H)
mengkonfirmasikan keakuratan suatu hadits dengan menggunakan metode syahadah
(kesaksian). Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi (w. 748 H) Abu Bakar
merupakan sahabat pertama yang menunjukkan kehati-hatiannya dalam meriwayatkan suatu
hadits. Beliau mengharuskan adanya saksi jika ada orang yang meriwayatkan suatu
hadits
Alasan-alasan sedikit meirwayatkan adalah
sebagai berikut:
Karna sifatnya yang sangat hati-hati dalam
meriwayatkan hadits.
Dia selalu dalam keadaan sibuk ketika menjabat
sebagai khalifah karna ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemimpin umat
Islam.
Para sahabat sibuk dalam penghimpunan
al-Qur’an.
Kebutuhan terhadap hadits tidak sebanyak pada
zaman sesudahnya.
2.
Umar bin al-Khattab (13 H-29 H)
Umar sesungguhnya
berada diantara dua keinginan, disatu sisi, dia ingin mengembangkan periwayatan
hadits, sementara disis lain, dia ingin hadits tetap terpelihara dari
kebohongan dan manipulasi. Bagi Umar, kedua keinginan itu kelihatannya sulit
terwujud dalam waktu bersamaan sehingga dia menetapkan pilihannya untuk
memelihara kemurnian hadits dengan memperketet kegiatan periwayatan
3.
Utsman bin ‘Affan (25 H-35 H)
Namun, pada zaman Utsman ini, kegiatan umat
islam dalam periwayatan hadits lebih banyak jika dibandingkan pada zaman Umar
bin Khattab. Hal ini terjadi karena secara pribadi, Utsman tidak sekeras Umar,
juga karna wilayah islam telah meluas sehingga para sahabat banyak yang
berpencar keberbagai wilayah-wilayah diluar jazirah Arab, yang mengakibatkan
bertambahnya kesulitan untuk mengendalikan kegiatan periwayatan hadits secara
ketat
4. bin Abi Thalib
(35 H-40 H)
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh
berbeda dengan para khalifah pendahulu nya dalam periwayatan hadits. Ali baru
bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah periwayat hadits yang
bersangkutan mengucapkan sumpah, bahwa hadits yang disampaikan itu benar-benar
berasal dari Nabi. Hanya terhadap periw
Dilihat dari kebijaksanaan dan
kehati-hatian dalan kegiatan periwayat
hadits, masa khalifah Ali bin Abi Thalib sama dengan masa sebelumnya. Akan
tetapi situasi umat islam pada masa Ali telah berbeda dengan situasi sebelumnya.
Pada masa Ali, pertentangan politik dikalangan umat islam semakin meluas,
peperangan antar kelompok pendukung Ali dengan pendukung Muawiyah sering
terjadi. Hal ini membawa dampak negative dalam bidang kegiatan periwayatan
hadits, yakni timbulnya pemalsuan-pemalsuan hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar