Sabtu, 05 Desember 2015

PERKEMBANGAN HADITS PADA MASA KHULAFA’ AL-RASIDIN



Khalifah dalam bahasa Indonesia dapat diartikan pengganti atau orang yang berada di belakang seseorang. Khalifah adalah bentuk tunggal, bentuk jamaknya adalah khulafa’, sedangkan al-Rasydyn dalam bahasa Indonesai berarti benar, pintar, atau lurus.
Dalam sejarah Islam Khulafaur Rasyidin diartikan : penggganti Rasul yang benar dam lurus, dan diterima oleh seluruh umat.

Menurut bahasa, Sahabat jama’ dari shahib yang berarti “yang empunya dan yang menyertai.”
Sahabat Nabi (الصحابة النبي; ash-shahaabah an-nabiy) adalah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad, membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan Muslim.

            Periode ini disebut Ashr-At-Tatsbbut wa Al Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat. Nabi Saw  wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau  meninggalkan dua pegangan sebagaidasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis (sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan.
            Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar. Penulisan Hadis pun masih terbatas. Bahkan pada masa itu, umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengarahkan perhatiannya untuk menyebarkan luaskan Al-Qur’an.
            Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:

1.       Dengan lafazh asli, yakni menurut lafadz yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
2.       Dengan makna saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena hapal lapazh asli dari Nabi Saw.

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (11 H-13 H)
            Khalifah Abu Bakar (w.13 H) mengkonfirmasikan keakuratan suatu hadits dengan menggunakan metode syahadah (kesaksian). Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi (w. 748 H) Abu Bakar merupakan sahabat pertama yang menunjukkan kehati-hatiannya dalam meriwayatkan suatu hadits. Beliau mengharuskan adanya saksi jika ada orang yang meriwayatkan suatu hadits
Alasan-alasan sedikit meirwayatkan adalah sebagai berikut:
Karna sifatnya yang sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadits.
Dia selalu dalam keadaan sibuk ketika menjabat sebagai khalifah karna ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemimpin umat Islam.
Para sahabat sibuk dalam penghimpunan al-Qur’an.
 Kebutuhan terhadap hadits tidak sebanyak pada zaman sesudahnya.

2.      Umar bin al-Khattab (13 H-29 H)

Umar sesungguhnya berada diantara dua keinginan, disatu sisi, dia ingin mengembangkan periwayatan hadits, sementara disis lain, dia ingin hadits tetap terpelihara dari kebohongan dan manipulasi. Bagi Umar, kedua keinginan itu kelihatannya sulit terwujud dalam waktu bersamaan sehingga dia menetapkan pilihannya untuk memelihara kemurnian hadits dengan memperketet kegiatan periwayatan
3.      Utsman bin ‘Affan (25 H-35 H)

Namun, pada zaman Utsman ini, kegiatan umat islam dalam periwayatan hadits lebih banyak jika dibandingkan pada zaman Umar bin Khattab. Hal ini terjadi karena secara pribadi, Utsman tidak sekeras Umar, juga karna wilayah islam telah meluas sehingga para sahabat banyak yang berpencar keberbagai wilayah-wilayah diluar jazirah Arab, yang mengakibatkan bertambahnya kesulitan untuk mengendalikan kegiatan periwayatan hadits secara ketat
4. bin Abi Thalib (35 H-40 H)
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan para khalifah pendahulu nya dalam periwayatan hadits. Ali baru bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah periwayat hadits yang bersangkutan mengucapkan sumpah, bahwa hadits yang disampaikan itu benar-benar berasal dari Nabi. Hanya terhadap periw

            Dilihat dari kebijaksanaan dan kehati-hatian dalan  kegiatan periwayat hadits, masa khalifah Ali bin Abi Thalib sama dengan masa sebelumnya. Akan tetapi situasi umat islam pada masa Ali telah berbeda dengan situasi sebelumnya. Pada masa Ali, pertentangan politik dikalangan umat islam semakin meluas, peperangan antar kelompok pendukung Ali dengan pendukung Muawiyah sering terjadi. Hal ini membawa dampak negative dalam bidang kegiatan periwayatan hadits, yakni timbulnya pemalsuan-pemalsuan hadits.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar