Sejarah Perkembangan hadis nabi SAW terbagi kepada tiga periode:
1. Periode pra kodifikasi
2. Periode kodifikasi
3.
Periode pasca kodifikasi
4.
Periode pra kodifikasi
I.
PERIODE PRA KODIFIKASI
a.
Pertama Masa Nabi.
Perkembangan hadis pada masa
Nabi sebenarnya berjalan secara alamiah. Dimana pun Nabi berada selalu ada
sahabat yang mengikutinya untuk mendengarkan pesan-pesan agama dari Beliau,
baik berupa ayat Al-Qur’an maupun al-Hadis.
Hal ini dapat dibuktikan dengan sebuah pengalaman yang dialami oleh
sekelompok pemuda yang sengaja datang kepada Nabi untuk belajar.
Penulisan hadis pada masa Nabi tidak mendapat persetujuan secara resmi
dari Nabi karena:
1. Khawatir akan bercampurnya antara al-Qur’an dengan
al-Hadis, karena al-Qur’an masih dalam proses penulisan.
2. Para sahabat di minta oleh Nabi untuk menfokuskan
perhatian mereka kepada al-Qur’an, karena pemeliharaan al-Qur’an menjadi
kewajiban utama bagi mereka ketika itu.
3. Ada larangan secara khusus dari Nabi.
Ø
Kontroversi Tentang Penulisan Hadis Masa Nabi
Nabi melarang menulis hadis, mengacu kepada hadis yang berbunyi:
لاتكتبو اعنّى شيئا غير القران فمن كتب عنىّ شيئا غير
القر ان فليمحه
” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari
saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah
menghapusnya”.(HR. Muslim dari Abu Sa;id
Al-Khudry)
Nabi menyuruh sahabat untuk menulis hadis, mengaju kepada hadis :
اكتب فو الذى نفسى بيده ما خرج منه الاالحق
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya,
tidak keluar dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)
Untuk memahami kedua hadis tersebut, yang terlihat bertentangan, ulama
menyatakan:
1. Munculnya larangan dari Nabi, karena adanya
kekhawatiran bercampurnya al-Qur’an dengan al-Hadis. Dengan demikian jika
kekhawatiran itu bisa diatasi, maka tidak dilarang.
2. Larangan hanya ditujukan kepada sahabat yang
dikhawatirkan mencampurkan al-Qur’an dan al-Hadis. Sedangkan bagi sahabat yang
tidak dikhawatirkan akan bercampur, maka mereka diberi izin untuk menulis
hadis. Diantara mereka: Abdullah bin Amr
bin ‘Ash, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik.
3. Larangan adalah penulisan yang bersifat resmi,
sedangan perintah adalah yang bersifat pribadi, seperti shahifah shodiqah milik
Abdullah bin Amr.
b.
Kedua Masa Sahabat dan Tabi’in
ü Pada masa ini dikenal dengan istilah taqlil
al-riwayah (pembatasan riwayat). Alasannya:
1. Agar para sahabat tidak asal meriwayatkan.
2. Agar mereka berhati-hati dalam riwayat.
3. Abu Bakar mensyaratkan adanya saksi dalam
periwayatan hadis, seperti Imam Malik yang meriwayatkan hadis tentang waris.
4. Umar bin Khatab juga mensyaratkan saksi,
seperti riwayat Ubay bin Kaab tentang .
5. Usman dan Ali agak longgar dalam hal
riwayat.
ü
Tokoh-Tokoh Sahabat Periwayat Hadis Terkemuka :
1. Abu Hurairah telah meriwayatkan hadis
sebanyak 5374 hadis.
2. Abdullah bin Umar sebanyak 2630 hadis.
3. Anas bin Malik sebanyak 2286 hadis.
4.
‘Aisyah sebanyak 2210 hadis.
5. Abdullah bin Abas sebanyak 1660 hadis.
6. Jabir bin Abdulllah sebanyal 1540 hadis.
7.
Abu Sa’id al-Khudri sebanyak 1170 hadis.
II. PERIODE KODIFIKASI
Masa ini dikenal dengan istilah tadwin al-hadis (pembukuan hadis). Khalifah yang terlibat secara langsung dalam hal ini
adalah khalifah Umar bin Abdul Azis (khalifah ke-8 dinasti Umayyah, tahun 99
H).
Sejak itulah hadis ditulis dan dibukukan secara serius
dan intensif oleh para ulama yang ahli di bidangnya. Mereka mencurahkan tenaga
dan fikirannya untuk menghasilkan kitab hadis yang bisa dipertanggung jawabkan
keberadaannya.
Alasan Umar Bin Abdul Azis membukukan hadis adalah:
1. Khawatir akan hilangnya hadis bersamaan
dengan meninggalnya para ulama.
2. Khawatir akan bercampurnya antara hadis
yang benar dan yang palsu.
3.
Karena wilayah Islam semakin luas, sedangkan kemampuan para ulama di
setiap wilayah berbeda, sehingga pengetahuan umat tentang hadis menjadi tidak
seimbang.
Orang yang
diperintahkan Umar untuk melakukan tugas tersebut adalah Ibnu Hazm (Gubernur
Medinah) dan Ibnu Syihab al-Zuhri (seorang ulama hadis terkemuka), sekitar awal
abad ke-2 H.
Hasil kodifikasi mereka berdua menunjukan hasil yang
luar biasa, sebagai pelopor dalam pembukuan hadis secara resmi.
Semenjak itu banyak ulama yang merasa terpanggil untuk
mengikuti langkah mereka membukukan hadis, seperti Imam Malik dengan kitab
al-Muwattha’, Imam Syafi’i dengan kitab al-Musnad.
Inilah kitab hadis pertama yang masih ada sampai
sekarang.
Sejak pecahnya perang ant
kelompok ‘Ali VS Muawiyah dan berlanjut dg munculnya berbg kelompok / mazhab
politik, teologi & fiqh, mk muncul pulalah hds2 palsu. Inilah sbbnya
masa ini disbt juga dg Masa Penyebaran Hadis Palsu.
Untuk menghambat penyebaran hadis palsu, maka para
khalifah melakukan upaya pencegahan, ant-lain:
1.
Mengutus ulama hadis ke berbagai wilayah, spt: Madina, Makah,
Syam, Kufah, Basrah, Mesir, Yaman, Khurasan, dll.
2.
Khalifah Umar b Abd al-Azîz
(99-101H) menginstruksikan Abu Bakar b
Muhammad utk menghimpun
hadis yg ada pd `Amrah bt
`Abd al-Rahman & Qasim utk dikodifikasikan. Dan, Al-Zuhri yg pertama2 menyelesaikan tugas khalifah tsb lalu kitabnya
disebar ke brbg daerah sbg bahan penghimpunan
hadis selanjutnya.
Ø Kontroversi sekitar
Kodifikasi Hadis (تَدْوِينُ الحديث)
Salah satu permasalahann mendasar dlm ilmu hadis adlh
masalah Tadwîn al-Hadits => proses
penulisan (الكِتَابَة), pengumpulan (الجَمْعُ) smp pd penyusunan
hadis dlm bentuk buku.
Dikatakan mendasar krn mempelajari sejarah tadwîn
al-hadîts berarti mempelajari ttg proses pemeliharaan hds dr masa
awal Islam smp masa pembukuannya. Jika proses pemeliharaan hadis ini sejak awal
smp akhir abad I Hijriyah diyakini
hanya dipelihara lewat hapalan saja maka otentisitas hds Nabi diragukan. Sebab
bgmanapun juga tulisan adlh alat yg lbh baik dlm menyimpan data daripada hapalan yg kemampuannya terbatas.
Ø Sebab terjadinya
kontroversi
1.
Karena memang ada dua hadis yg
berbeda, yakni ada hadis yg melarang penulisan hadis & ada hadis yg
membolehkan bahkan memerintahkan penulisan tsb.
2.
Adanya perbedaan interpretasi
thd hadis karena perbedaan sudut pandang & perbedaan kepentingan (misal:
Sunni, Syi’ah & Orientalis).
Menurut Syi‘ah, keterlambatan penulisan hadis
di kalangan Sunni karena mereka meyakini adanya hadis yg melarang penulisan
hds, shg hds2 di kal Sunni tdk dpt dipertanggung jawabkan. Hadis larangan tersebut diriwayatkan Abu Sa‘id al-Khudri dari Nabi saw:
لاَ
تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ
وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّار
(HR. Mus, Ahm & Drm)
Berdsr penelitian penulis: hadis di atas adalah sahih.
Skrg, bgmn menyelesaikan pertentangan dalil tsb?
Pada kasus ini, umumnya ulama menempuh metode al-jam`u
wa al-tawfîq & al-nâsikh wa al-mansûkh.
Bagi yg memilih metode al-jam`u maka larangan
tsb khusus penulisan hadis brsm Al-Qur’an krn dikhwtirkn trjdi percampuran.
Smntra bagi yg memilih nâsikh-mansûkh berpndpt
bhw krn kekhwtran itu sdh tdk ada, khususnya sjk Nabi membolehkan hadis-hanya dituliskan --aplgi stlh
Al-Qur’an dibukukan--, maka ketentuan hds yg mlarang penulisan hds tlh di-nasakh
oleh hadis Nabi yg memperkenankan bahkan memerintahkan penulisan hadis.
III. PERIODE PASCA KODIFIKASI
Masa ini merupakan kelanjutan masa kodifikasi, yang ditandai dengan
beberapa hal:
1. Masa penyeleksian hadis (abad ke-3 H)
Pada masa inilah hadis baru diseleksi secara ketat untuk membedakan
antara hadis shahih, dha’if, dan palsu.
Ulama yang terkenal pada masa ini adalah: Al-Bukhari (kitab Shahih),
Muslim (kitab Shahih), Abu Dawud (kitab Sunan), Turmuzi (kitab Sunan), Nasa’i
(kitab Sunan), Ibnu Majah (kitab Sunan).
Setlh mulai beredar hadis2
palsu & da‘if akibat pertentgn politik, maka muncul gerakan pentashihan
(penyeleksian) hadis sejak Dinasti Abbasiah (201-300 H). Hal ini karena pd
periode seblmnya, belum dipisahkan hds mawquf & maqthu‘ dari
yg marfu‘, dmk pula hds2 daif dari yg sahih.
Pd masa inilah Kitab Standar yg 6
(Kutub al-Sittah) + 3 Kitab Hadis masyhur lainnya disusun, seperti:
1. al-Jami al-Shahih
lil-Bukhari 7. Sunan al-Darimi
2. al-Jami al-Shahih li Muslim 8. Musnad al-Imam Ahmad
3. Sunan Abi Dawud 9. Muwaththa’ Imam Malik
4. Sunan al-Tirmidzi -dll.
5. Sunan al-Nasa’i
6. Sunan Ibn Majah
Masa penyempurnaan (abad ke 4 H)
Masa ini ditandai dengan usaha para ulama hadis untuk mengklasifikasikan hadis dengan tema-tema
tertentu, baik berdasarkan nilai hadisnya, maupun isi hadisnya.
Contohnya:
Kitab Riyadhus Solihin yang ditulis oleh Nawawi berisi tentang
hadis-hadis sohih semata yang diambil dari kitab Bukhari dan Muslim.
Kitab Targhi wa Tarhib yang ditulis oleh al-Munzir berisi tentang
hadis-hadis akhlaq.
Masa Pengembangan &
Penyempurnaan Sistem Penyusunan ktb2 hds.
Meskipun kegiatan pentashihan tetap ada, namun kegtn yg dominan pd masa
ini (abad 4 – skrg) adlh pengembangan & penyempurnaan sistem penyusunan ktb
yg sdh ada sblmnya.
Pada masa ini muncul kitab
& ulama hadis seperti:
1. Shahih Ibn Khuzaymah
2. Taqsim Ibn Hibban
3. Mustadrak al-Hakim
4. al-Mu‘jam al-Kubra,
al-Awsath & al-Shugra lil-Thabrani
5. Sunan al-Daraquthni
6. al-Sunan al-Kubra lil-Bayhaqi
(abd 5 H)
7. al-Nawawi (abd 7 H), Ibn
Hajar al-’Asqallani (abd 9H),
al-Suyuthi (abd 10 H), dll
8. Komputerisasi Kitab Hadis
(‘90an M): Mawsu‘at al-Hadits, al-Maktabat al-Alfiah lis-Sunnah, al-Maktabat
al-Syamilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar