Pendidikan memegang peranan penting,
karena pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan
potensi yang dimiliki peserta didik dengan harapan supaya menjadi manusia yang
beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional yang tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran secara aktif agar peserta
didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Berdasarkan
definisi di atas tergambar adanya proses pembelajaran yang dilakukan seseorang
yang telah dewasa secara sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh siswa, agar siswa memiliki spirit keagamaan dan akhlak yang mulia
dibarengi dengan keterampilan yang berguna bagi bangsa dan negaranya.
Pendidikan
Agama Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Pendidikan
Nasional, sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 12 ayat 1 butir a “Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.[3]
Berdasarkan
pernyataan di atas, bahwa suatu lembaga pendidikan harus menyiapkan guru agama
sesuai agama yang dianut oleh peserta didik. Jika suatu lembaga pendidikan
terdapat peserta didik yang beragama Islam, maka maka peserta didik mempunyai
hak untuk mendapatkan pendidikan agama Islam dari seorang guru agama yang beragama
Islam.
Guru agama Islam mempunyai tanggung jawab terhadap
anak didiknya untuk mendapatkan pendidikan agama Islam yang baik. Sebagaimana
perintah Allah dalam al-Qur’an Surat An-Nahl
ayat 125 :
ٲﺪﻉ ﺇﻠﯽ ﺴﺑﻞ ﺮﺑﻚ ﺑﺎﺎﺤﻜﻤﺔ ﻮﺍﻠﻤﻮﻋﻇﺔ ﺍﻠﺤﺴﻨﺔ
ﻮﺠﺪ ﻠﻬﻢ ﺑﺎ ﻠﺘﻲ ﻫﻰ ﺃ ﺤﺴﻦ ﺇﻦ ﺮﺑﻚ ﻫﻮ
ﺃﻋﻠﻡ ﺑﻤﻦ ﻀﻞ
ﻋﻦ ﺴﺑﻴﻠﻪ ﻮﻫﻮ ﺃﻋﻠﻡ ﺑﺎﻠﻤﻬﺘﺪ ﻴﻦ
Artinya :”Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk[4]”.
Tidak
semua mendidik dilakukan seluruhnya oleh orang tua dalam keluarga terutama
dalam memberikan ilmu pengetahuan dan berbagi macam lingkungan. Dengan masuknya
anak kesekolah, maka terbentuklah pengaruh antar rumah dan sekolah. Orang tua
harus rela melepas anaknya beberapa jam lamanya dan menyerahkannya kepada
pimpinan guru. Antar rumah dan sekolah tercipta pengaruh, karena antar kedua
lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang sama, yakni mendidik anak.[5]
Pendidikan agama
Islam di Sekolah Menengah Pertama diupayakan mampu untuk meningkatkan
pengetahuan dalam keimanan dan ketakqwaan, sehingga menjadikan peserta didik
menjadi muslim yang baik dengan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang diikuti
akhlak siswa yang baik. Abdul Majid dan Dian
Andayani mengatakan,
bahwa Pendidikan agama Islam di
sekolah bertujuan untuk
:
“Menumbuhkan dan meningkatkan keimanan memulai
pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya,
berbangsa dan bernegara, pada jenjang pendidikan yang lebih tunggi”[6].
Pendidikan
agama Islam dapat membentuk watak dan kepribadian siswa yang baik apabila agama
telah masuk ke dalam kepribadian siswa, sehingga siswa mempunyai kecenderungkan
untuk bersikap, berbuat dan bertutur kata yang baik.
Pada
dasarnya setiap anak didik memiliki kecenderungan dalam beragama, yaitu
kecenderungan untuk memiliki perilaku yang baik. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Munif Chatib, yaitu ”.... bahwa
setiap anak punya fitrah ilahiah.
Fitrah ini layaknya fondasi dalam sebuah bangunan, yaitu berupa ruh yang
cenderung mengenal Tuhannya. Dengan fitrahnya itu, manusia sesungguhnya punya
kecenderungan pada agama : kecenderungan mutlak pada perilaku-perilaku yang
baik. Nah, jika dianalogikan sebagai fondasi, semestinya bangunan (manusia)
yang berdiri di atas fondasi itu merupakan bangunan terbaik, yang selalu
menghindari perilaku tidak terpuji.[7]
Dalam ajaran
Islam, kecenderungan tadi dijelaskan melalui ayat-ayat Al-Qur’an berikut :
فا قم وجهك لد ين حنيفا فطر ت الله التى فطرالناس
عليها لا تبد يل لخلق الله ذالك الدين القيم ولكن اكثر الناس لا يعلمون
Artinya : “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”.[8] (Qs Ar-Rum(30): 30)
ﻮﺍﺬﺃﺨﺬ
ﺭﺒﻚ ﻤﻥ ﺒﻨﯽﺃﺪﻢ ﻤﻥﻅﻬﻮﺭﻫﻡ ﺬﺭﯿﺘﻬﻡ ﻮﺃﺸﻬﺪﻫﻡﻋﻠﻰ ﺃﻨﻔﺴﻬﻡ ﺃﻟﺴﺖ
ﺒﺮﺑﮑﻡ ﻘﺎﻟﻮ
ﺍﺒﻟﻲ ﺸﻬﺪﻨﺎ ﺃﻦ ﺘﻘﻮﻟﻮﺍ ﯧﻮﻡﺍﻟﻘﯧﻤﺔ ﺇﻨﺎﮐﻨﺎﻋﻦ ﻫﺫﺍﻏﻔﻟﯧﻦ
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab : “Betul (Engkau Tuhan Kami), Kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :
“Sesungguhnya ketika kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)”. (Qs Al-A’raf (7): 172)[9]
Untuk
mencapai tujuan pendidikan tersebut, peran guru dalam proses belajar mengajar
masih sangat dibutuhkan. Tugas dan peran guru dalam pendidikan sangat penting,
baik selaku pendidik ataupun selaku pengajar. Sebagaimana yang diungkapkan M.
Arifin bahwa :
“Salah satu
faktor yang paling menentukan berhasilnya proses belajar mengajar dalam kelas
adalah guru. Karena itu, guru tidak saja mendidik melainkan juga berfungsi
sebagai orang dewasa yang bertugas profesional memindahkan ilmu pengetahuan (transfer knowledge) atau penyalur ilmu
pengetahuan (trasmitter of knowledge)
yang dikuasai kepada anak didik. Guru juga menjadi pemimpin, atau menjadi
pendidik, dan pembimbing di kalangan anak didiknya[10]”.
Pendidikan
agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam upaya
mewujudkan manusia yang berkualitas,
khususnya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan pendidikan agama diharapkan dapat meningkatkan pengamalan ibadah dan
akhlak siswa.
Nurcholis
Madjid mengatakan Pendidikan agama adalah pendidikan untuk pertumbuhan total
seorang anak didik[11].
Sedangkan Zakiah Daradjat mengatakan bahwa pengertian pendidikan agama Islam
secara luas adalah sebagai berikut :
a.
Pendidikan
agama Islam adalah usaha berupa bimbingan terhadap anak didik agar kelak
setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengenalkan ajaran agama Islam
serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way
of life).
b.
Pendidikan
agama Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan
berdasar ajaran Islam.
c.
Pendidikan
agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu
berupa bimbingan dan asuhan anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikan
ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup demi keselamatan dan kesejahteraan hidup
di dunia maupun di akhirat kelak.[12]
Dari definisi di atas, dapat di simpulkan
bahwa pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang berupa bimbingan terhadap
anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam supaya siswa dapat menghayati dan
memahami ajaran-ajaran agama Islam dan dapat mengamalkannya dengan baik yang
diikuti akhlak yang baik pula.
Adapun ruang lingkup
pendidikan agama Islam, yaitu :
1)
Perbuatan
mendidik itu sendiri;
2)
Anak
didik;
3)
Dasar
dan tujuan pendidikan Islam;
4)
Pendidik;
5)
Materi
pendidikan Islam;
6)
Metode
pendidikan Islam;
7)
Evaluasi
pendidikan;
8)
Alat-alat
pendidikan Islam; dan
9)
Lingkungan.[13]
Pendidikan
agama Islam di berikan sejak pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun adanya kesenjangan, penulis mempuyai
dugaan, jika pendidikan agama Islam yang diberikan sekolah ditindak lanjuti
dengan bimbingan dan contoh teladan orangtua maka akan berpengaruh baik
terhadap pengamalan ibadah dan akhlak siswa di mana saja. Akan tetapi, jika
pendidikan agama Islam yang diberikan sekolah tidak ditindak lanjuti dengan
bimbingan dan contoh teladan orangtua maka akan berpengaruh buruk terhadap
pengamalan ibadah dan akhlak siswa di mana saja.
Pengamalan adalah dari kata amal, yang berarti
perbuatan, pekerjaan, segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat
kebaikan[14].
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan sesuatu yang di kerjakan dengan
maksud berbuat baik, dari hal tersebut pengamalan masih butuh objek kegiatan.
Ulama fiqih mendefiniskan ibadah adalah semua bentuk
pekerjaan yang bertujuan memperoleh keridlaan Allah Swt dan mendambakan pahala
dari-Nya di akhirat.[15]
Secara umum pengertian ibadah dapat di bagi menjadi
dua bagian, yaitu ibadah dalam pengertian umum dan ibadah dalam pengertian
khusus. Pengertian ibadah dalam pengertian umum, ialah segala aktivitas jiwa
dan raga manusia (makhluk, yang
diciptakan) yang ditujukan kepada Allah (al-Khaliq,
Sang Maha Pencipta), sebagai tanda ketundukan dan kepatuhan hamba tersebut
kepada-Nya. Sedangkan ibadah dalam pengertian khusus, ialah semua kegiatan
ibadah yang ketentuannya telah digariskan oleh nash-nash al-Qur’an maupun
al-Hadist, yang ketentuan-ketentuan itu tidak boleh ditambah, di kurangi atau
diubah[16].
Dari beberapa defnisi diatas dapat di simpulkan
bahwa pengamalan ibadah adalah suatu perbuatan atau aktivitas jiwa dan raga
manusia untuk mengharapkan ridha Allah yang sesuai dengan ajaran Islam yang di
gariskan dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
Untuk mengetahui indikator pengamalan ibadah ini,
kita lihat ibadah ditinjau dari segi
bentuknya dan sifatnya ada lima macam, yaitu :
1.
Ibadah dalam
bentuk perkataan atau lisan (ucapan lidah), seperti berdzikir, berdo’a, tahmid,
dan membaca Al-Qur’an;
2.
Ibadah dalam
bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau
menolong orang lain, jihad, dan tahjiz
al-janazah (mengurus jenazah);
3.
Ibadah dalam
bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya, seperti shalat,
puasa, zakat, dan haji;
4.
Ibadah yang tata
cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa, iktikap; dan
ihram; dan
5.
Ibadah yang
berbentuk menggugurkan hak seperti memaafkan orang yang telah melakukan
kesalahan dirinya dan membebaskan seseorang yang berutang kepadanya.[17]
Dari uraian di atas,
indikator pengamalan ibadah siswa dalam penelitian ini yang akan diteliti,
yaitu : 1) Pengamalan ibadah shalat; 2) Pengamalan ibadah puasa; 3) Pengamalan
ibadah dengan berdo’a; 4) Pengamalan
ibadah membaca al-Qur’an.
Dalam membentuk akhlak
atau perilaku yang baik, tidaklah mudah tetapi membutuhkan cara-cara tertentu.
Salah satu cara dalam membentuknya adalah dengan melalui pendidikan. Dalam
pendidikan agama Islam, keberhasilan
gabungan dapat dilihat dari akhlak siswa sehari-hari baik di lingkungan
keluarga, di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Sedangkan pengertian
akhlak itu sendiri menurut Rachmat Djatnika adalah berasal dari bahasa Arab “akhlak”, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersagkutan dengan cabang ilmu
bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk
makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.
Dalam kepustakaan, akhlak di artikan juga sikap yang melahirkan perbuatan
(perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.[18]
Menurut Ahmad Amin
bahwa “akhlak adalah membiasakan kehendak”. Jelasnya, akhlak merupakan gabungan
antara kehendak dan kebiasaan yang menimbulkan kekuatan yang sangat besar untuk
melakukan perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain akhlak merupakan perwujudan
dari perbuatan yang dimiliki seseorang. Dalam agama Islam akhlak merupakan hal
yang terpenting, karena, agama tanpa akhlak tidak ada artinya, begitu pula
ibadah, apalah artinya menghubungkan diri kepada Allah kalau disertai dengan
membuat kerusakan yang di benci-Nya.
Adapun indikator akhlak
menurut Mohammad Daud Ali[19] meliputi
:
1.
Akhlak terhadap
Allah Swt.
2.
Akhlak terhadap
sesama manusia.
a.
Akhlak terhadap
orang tua
b.
Akhlak terhadap
diri sendiri
c.
Akhlak terhadap
keluarga
d.
Akhlak terhadap
tetangga
e.
Akhlak
masyarakat
3.
Akhlak terhadap
bukan manusia (lingkungan hidup)
Sedangkan menurut
Rachmat Djatnika[20]
bahwa akhlak yang baik secara garis besar dapat terbagi dalam tiga kategori,
yaitu :
1.
Akhlak terhadap diri sendiri.
2.
Akhlak terhadap Allah Swt.
3.
Akhlak terhadap sesama manusia.
a.
Akhlak terhadap ibu dan bapak
b.
Akhlak terhadap guru
c.
Akhlak terhadap tetangga
d.
Akhlak terhadap kerabat
e.
Akhlak terhadap teman
Dari dua pendapat
diatas, penulis mengambil indikator-indikator akhlak siswa sebagai berikut :
1.
Akhlak terhadap Allah;
2.
Akhlak terhadap diri sendiri;
3.
Akhlak terhadap sesama manusia;
a.
Akhlak terhadap orang tua
b.
Akhlak terhadap guru : patuh dan
hormat
c.
Akhlak terhadap saudara :
menyayangi dan membantunya
d.
Akhlak
terhadap teman : saling menasehati
e.
Akhlak terhadap tetangga : saling
tolong menolong
4. Akhlak
terhadap lingkungan sekitar
Pengamalan
Ibadah Siswa
|
Pendidikan Agama Islam
|
Akhlak Siswa
|
[1] Dep. Agama, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam. Jakarta : 2006. Hal. 8-9.
[3] Ibid., Hal. 8
[4] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Gema Risalah
Pers. Bandung : 1989. Hal. 421
[5]Zakariah,dkk. Imu Pendidikan Islm, Cet. Ke 6. Bumi Aksara.
Jakarta : 2006. Hal. 76
[6] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam (Konsep dan elmentai
Kurikulum 2004,) PT Remaja
Rosdakarya. Bandung : 2004. Hal. : 135
[7] Munif Chatib Orang Tuanya Manusia : Melejitkan Potensi
dan Kecerdasan Dengan Menghargai Firah Setiap Anak, Cet. III. Penerbit
Kaifa PT Mizan Pustaka. Bandung : 2012. Hal. 4
[8] Departemen Agama, Ibid,Hal.646
[9] Ibid. Hal. 250
[10] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bumi Aksara. Bandung : 2003. Hal.
118
[11] Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Editor : Ahmad Gaus
AF. Cet. III. Paramadina. Jakarta : 2004. Hal. : 93
[12] Zakiah Daradjat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam , Cet. 6. Bumi
Aksara. Jakarta : 2006. Hal. 86
[13] Nur Uhbayati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 2. CV.
Pustaka Setia. Bandung : 1998. Hal. 14-15
[14] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Cet. 8.
Balai Pustaka. Jakarta : 1985. Hal.. 33.
[15] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah
Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam
Islam, Ed. Mukhtar Alshodik,Cet. I. Prenada Media. Jakarta : 2003. Hal. 137
[16] Abd. Rahman Dahlan, Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Fiqih
Ibadah, Editor Abudin Nata. Cet.I. Penerbit Angkasa. Bandung: 2008. Hal. 41
[17] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah
Mulia , Op.Cit. Hal. 138-139
[18] Mohamad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta : 2010. Hal. 346
[19] Mohammad Daud Ali, Ibid. Hal. 357
[20] Rachmat Djatnika, Sistem Etika Akhlak (Akhlak Mulia), Rineka
Cipa. Jakarta : 1996. Hal 118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar