Senin, 01 September 2014

PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PENGAMALAN IBADAH DAN AKHLAK SISWA



Pendidikan memegang peranan penting, karena pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik dengan harapan supaya menjadi manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara aktif  agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Berdasarkan definisi di atas tergambar adanya proses pembelajaran yang dilakukan seseorang yang telah dewasa secara sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa, agar siswa memiliki spirit keagamaan dan akhlak yang mulia dibarengi dengan keterampilan yang berguna bagi bangsa dan negaranya.
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana yang tercantum dalam  Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 12 ayat 1 butir a “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak  mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang  seagama”.[3]
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa suatu lembaga pendidikan harus menyiapkan guru agama sesuai agama yang dianut oleh peserta didik. Jika suatu lembaga pendidikan terdapat peserta didik yang beragama Islam, maka maka peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan agama Islam dari seorang guru agama yang beragama Islam.
Guru agama Islam mempunyai tanggung jawab terhadap anak didiknya untuk mendapatkan pendidikan agama Islam yang baik. Sebagaimana perintah Allah dalam al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 :
ٲﺪﻉ ﺇﻠﯽ ﺴﺑﻞ ﺮﺑﻚ ﺑﺎﺎﺤﻜﻤﺔ ﻮﺍﻠﻤﻮﻋﻇﺔ ﺍﻠﺤﺴﻨﺔ  ﻮﺠﺪ ﻠﻬﻢ ﺑﺎ ﻠﺘﻲ ﻫﻰ ﺃ ﺤﺴﻦ  ﺇﻦ ﺮﺑﻚ ﻫﻮ

ﺃﻋﻠﻡ  ﺑﻤﻦ ﻀﻞ ﻋﻦ ﺴﺑﻴﻠﻪ ﻮﻫﻮ ﺃﻋﻠﻡ ﺑﺎﻠﻤﻬﺘﺪ ﻴﻦ

Artinya :”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan  pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang  yang mendapat petunjuk[4]”.

Tidak semua mendidik dilakukan seluruhnya oleh orang tua dalam keluarga terutama dalam memberikan ilmu pengetahuan dan berbagi macam lingkungan. Dengan masuknya anak kesekolah, maka terbentuklah pengaruh antar rumah dan sekolah. Orang tua harus rela melepas anaknya beberapa jam lamanya dan menyerahkannya kepada pimpinan guru. Antar rumah dan sekolah tercipta pengaruh, karena antar kedua lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang sama, yakni mendidik anak.[5]
Pendidikan agama Islam di Sekolah Menengah Pertama diupayakan mampu untuk meningkatkan pengetahuan dalam keimanan dan ketakqwaan, sehingga menjadikan peserta didik menjadi muslim yang baik dengan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang diikuti akhlak siswa yang baik.  Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan, bahwa Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk :
“Menumbuhkan dan meningkatkan keimanan memulai pemberian dan pemupukan pengetahuan,  penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, pada jenjang pendidikan yang lebih tunggi”[6].

Pendidikan agama Islam dapat membentuk watak dan kepribadian siswa yang baik apabila agama telah masuk ke dalam kepribadian siswa, sehingga siswa mempunyai kecenderungkan untuk bersikap, berbuat dan bertutur kata yang baik.
Pada dasarnya setiap anak didik memiliki kecenderungan dalam beragama, yaitu kecenderungan untuk memiliki perilaku yang baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Munif Chatib, yaitu  ”.... bahwa setiap anak punya fitrah ilahiah. Fitrah ini layaknya fondasi dalam sebuah bangunan, yaitu berupa ruh yang cenderung mengenal Tuhannya. Dengan fitrahnya itu, manusia sesungguhnya punya kecenderungan pada agama : kecenderungan mutlak pada perilaku-perilaku yang baik. Nah, jika dianalogikan sebagai fondasi, semestinya bangunan (manusia) yang berdiri di atas fondasi itu merupakan bangunan terbaik, yang selalu menghindari perilaku tidak terpuji.[7]
Dalam ajaran Islam, kecenderungan tadi dijelaskan melalui ayat-ayat Al-Qur’an berikut :
فا قم وجهك لد ين حنيفا فطر ت الله التى فطرالناس عليها لا تبد يل لخلق الله ذالك الدين القيم ولكن اكثر الناس لا يعلمون
   
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.[8]  (Qs Ar-Rum(30): 30)

ﻮﺍﺬﺃﺨﺬ ﺭﺒﻚ ﻤﻥ ﺒﻨﯽﺃﺪﻢ ﻤﻥﻅﻬﻮﺭﻫﻡ ﺬﺭﯿﺘﻬﻡ ﻮﺃﺸﻬﺪﻫﻡﻋﻠﻰ ﺃﻨﻔﺴﻬﻡ ﺃﻟﺴﺖ       
 ﺒﺮﺑﮑﻡ ﻘﺎﻟﻮ ﺍﺒﻟﻲ ﺸﻬﺪﻨﺎ ﺃﻦ ﺘﻘﻮﻟﻮﺍ ﯧﻮﻡﺍﻟﻘﯧﻤﺔ ﺇﻨﺎﮐﻨﺎﻋﻦ ﻫﺫﺍﻏﻔﻟﯧﻦ                                                     
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Betul (Engkau Tuhan Kami), Kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya ketika kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Qs Al-A’raf (7): 172)[9]

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, peran guru dalam proses belajar mengajar masih sangat dibutuhkan. Tugas dan peran guru dalam pendidikan sangat penting, baik selaku pendidik ataupun selaku pengajar. Sebagaimana yang diungkapkan M. Arifin bahwa :
“Salah satu faktor yang paling menentukan berhasilnya proses belajar mengajar dalam kelas adalah guru. Karena itu, guru tidak saja mendidik melainkan juga berfungsi sebagai orang dewasa yang bertugas profesional memindahkan ilmu pengetahuan (transfer knowledge) atau penyalur ilmu pengetahuan (trasmitter of knowledge) yang dikuasai kepada anak didik. Guru juga menjadi pemimpin, atau menjadi pendidik, dan pembimbing di kalangan anak didiknya[10]”.

Pendidikan agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan manusia yang berkualitas, khususnya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan pendidikan agama diharapkan dapat meningkatkan pengamalan ibadah dan akhlak siswa.
Nurcholis Madjid mengatakan Pendidikan agama adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik[11]. Sedangkan Zakiah Daradjat mengatakan bahwa pengertian pendidikan agama Islam secara luas adalah sebagai berikut :
a.    Pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengenalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).
b.    Pendidikan agama Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan  berdasar ajaran Islam.
c.    Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.[12]

   Dari definisi di atas, dapat di simpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang berupa bimbingan terhadap anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam supaya siswa dapat menghayati dan memahami ajaran-ajaran agama Islam dan dapat mengamalkannya dengan baik yang diikuti akhlak yang baik pula.
Adapun ruang lingkup pendidikan agama Islam, yaitu :  

1)        Perbuatan mendidik itu sendiri;  
2)        Anak didik;
3)        Dasar dan tujuan pendidikan Islam;
4)        Pendidik; 
5)        Materi pendidikan Islam;
6)        Metode pendidikan Islam;
7)        Evaluasi pendidikan;
8)        Alat-alat pendidikan Islam; dan
9)        Lingkungan.[13]

Pendidikan agama Islam di berikan sejak pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun adanya kesenjangan, penulis mempuyai dugaan, jika pendidikan agama Islam yang diberikan sekolah ditindak lanjuti dengan bimbingan dan contoh teladan orangtua maka akan berpengaruh baik terhadap pengamalan ibadah dan akhlak siswa di mana saja. Akan tetapi, jika pendidikan agama Islam yang diberikan sekolah tidak ditindak lanjuti dengan bimbingan dan contoh teladan orangtua maka akan berpengaruh buruk terhadap pengamalan ibadah dan akhlak siswa di mana saja.
Pengamalan adalah dari kata amal, yang berarti perbuatan, pekerjaan, segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat kebaikan[14]. Dari pengertian tersebut, dapat diartikan sesuatu yang di kerjakan dengan maksud berbuat baik, dari hal tersebut pengamalan masih butuh objek kegiatan.
Ulama fiqih mendefiniskan ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh keridlaan Allah Swt dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat.[15]
Secara umum pengertian ibadah dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah dalam pengertian umum dan ibadah dalam pengertian khusus. Pengertian ibadah dalam pengertian umum, ialah segala aktivitas jiwa dan raga manusia (makhluk, yang diciptakan) yang ditujukan kepada Allah (al-Khaliq, Sang Maha Pencipta), sebagai tanda ketundukan dan kepatuhan hamba tersebut kepada-Nya. Sedangkan ibadah dalam pengertian khusus, ialah semua kegiatan ibadah yang ketentuannya telah digariskan oleh nash-nash al-Qur’an maupun al-Hadist, yang ketentuan-ketentuan itu tidak boleh ditambah, di kurangi atau diubah[16].
Dari beberapa defnisi diatas dapat di simpulkan bahwa pengamalan ibadah adalah suatu perbuatan atau aktivitas jiwa dan raga manusia untuk mengharapkan ridha Allah yang sesuai dengan ajaran Islam yang di gariskan dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
Untuk mengetahui indikator pengamalan ibadah ini, kita lihat ibadah ditinjau  dari segi bentuknya dan sifatnya ada lima macam, yaitu :
1.    Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan (ucapan lidah), seperti berdzikir, berdo’a, tahmid, dan membaca Al-Qur’an;
2.    Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, jihad, dan tahjiz al-janazah (mengurus jenazah);
3.    Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji;
4.    Ibadah yang tata cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa, iktikap; dan ihram; dan
5.    Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan dirinya dan membebaskan seseorang yang berutang kepadanya.[17]
Dari uraian di atas, indikator pengamalan ibadah siswa dalam penelitian ini yang akan diteliti, yaitu : 1) Pengamalan ibadah shalat; 2) Pengamalan ibadah puasa; 3) Pengamalan ibadah dengan berdo’a;  4) Pengamalan ibadah membaca al-Qur’an.
Dalam membentuk akhlak atau perilaku yang baik, tidaklah mudah tetapi membutuhkan cara-cara tertentu. Salah satu cara dalam membentuknya adalah dengan melalui pendidikan. Dalam pendidikan agama Islam, keberhasilan  gabungan dapat dilihat dari akhlak siswa sehari-hari baik di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Sedangkan pengertian akhlak itu sendiri menurut Rachmat Djatnika adalah berasal dari bahasa Arab “akhlak”, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersagkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Dalam kepustakaan, akhlak di artikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.[18]
Menurut Ahmad Amin bahwa “akhlak adalah membiasakan kehendak”. Jelasnya, akhlak merupakan gabungan antara kehendak dan kebiasaan yang menimbulkan kekuatan yang sangat besar untuk melakukan perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain akhlak merupakan perwujudan dari perbuatan yang dimiliki seseorang. Dalam agama Islam akhlak merupakan hal yang terpenting, karena, agama tanpa akhlak tidak ada artinya, begitu pula ibadah, apalah artinya menghubungkan diri kepada Allah kalau disertai dengan membuat kerusakan yang di benci-Nya.
Adapun indikator akhlak menurut Mohammad Daud Ali[19] meliputi :
1.    Akhlak terhadap Allah Swt.
2.    Akhlak terhadap sesama manusia.
a.       Akhlak terhadap orang tua
b.      Akhlak terhadap diri sendiri
c.       Akhlak terhadap keluarga
d.      Akhlak terhadap tetangga
e.       Akhlak masyarakat
3.    Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup)

Sedangkan menurut Rachmat Djatnika[20] bahwa akhlak yang baik secara garis besar dapat terbagi dalam tiga kategori, yaitu :
1.    Akhlak terhadap diri sendiri.
2.    Akhlak terhadap Allah Swt.
3.    Akhlak terhadap sesama manusia.
a.       Akhlak terhadap ibu dan bapak
b.      Akhlak terhadap guru
c.       Akhlak terhadap tetangga
d.      Akhlak terhadap kerabat
e.       Akhlak terhadap teman

Dari dua pendapat diatas, penulis mengambil indikator-indikator akhlak siswa sebagai berikut :
1.    Akhlak terhadap Allah;
2.    Akhlak terhadap diri sendiri;
3.    Akhlak terhadap sesama manusia;
a.       Akhlak terhadap orang tua
b.      Akhlak terhadap guru : patuh dan hormat
c.       Akhlak terhadap saudara : menyayangi dan membantunya
d.      Akhlak terhadap teman : saling menasehati
e.       Akhlak terhadap tetangga : saling tolong menolong
4.    Akhlak terhadap lingkungan sekitar



Pengamalan Ibadah Siswa
Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut :




   Pendidikan Agama Islam


        Akhlak Siswa
 











[1] Dep. Agama, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Jakarta : 2006. Hal. 8-9.
[2] Ibid.
[3] Ibid., Hal. 8
[4] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Gema Risalah Pers. Bandung : 1989.  Hal. 421
[5]Zakariah,dkk. Imu Pendidikan Islm, Cet. Ke 6.  Bumi Aksara.  Jakarta : 2006. Hal. 76
[6] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam (Konsep dan elmentai Kurikulum 2004,)  PT Remaja Rosdakarya. Bandung : 2004.  Hal. : 135
[7] Munif Chatib Orang Tuanya Manusia : Melejitkan Potensi dan Kecerdasan Dengan Menghargai Firah Setiap Anak, Cet. III. Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka. Bandung : 2012. Hal. 4
[8] Departemen Agama, Ibid,Hal.646
[9] Ibid. Hal. 250
[10] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bumi Aksara. Bandung : 2003. Hal. 118
[11] Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Editor : Ahmad Gaus AF. Cet. III. Paramadina. Jakarta : 2004. Hal. : 93
[12] Zakiah Daradjat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam , Cet. 6. Bumi Aksara. Jakarta : 2006. Hal. 86
[13] Nur Uhbayati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 2. CV. Pustaka Setia. Bandung : 1998. Hal. 14-15
[14] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Cet. 8. Balai Pustaka. Jakarta : 1985. Hal.. 33.
[15] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam, Ed. Mukhtar Alshodik,Cet. I. Prenada Media. Jakarta : 2003. Hal. 137
[16] Abd. Rahman Dahlan, Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Fiqih Ibadah, Editor Abudin Nata. Cet.I. Penerbit Angkasa. Bandung: 2008. Hal. 41
[17] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia , Op.Cit. Hal. 138-139
[18] Mohamad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2010. Hal. 346
[19] Mohammad Daud Ali, Ibid. Hal. 357
[20] Rachmat Djatnika, Sistem Etika Akhlak (Akhlak Mulia), Rineka Cipa. Jakarta : 1996. Hal 118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar