Rabu, 03 September 2014

Ahmadiyah Dalam Pendekatan Teologi Normatif



A.      Latar Belakang Masalah
Salah satu dari rukun iman adalah iman kepada Rasul-rasul,  rukun iman ini merupakan rukun iman yang keempat. Iman kepada Rasul mempunyai fungsi yang sangat besar dalam kehidupan manusia, yaitu dapat menjadikan manusia tidak hanya mengikuti kemauan nafsu didalam hidupnya. Dengan iman kepada Rasul, hidup manusia akan terarah dan bahagia. Di dalam  Al-Quran telah dijelaskan bahwa  pintu nubuwwah/kenabian telah  tertutup. Nabi Muhammad SAW, telah ditetapkan Allah SWT sebagai penutup para nabi, atau nabi yang terakhir. Setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW, maka tidak akan ada ada lagi nabi dan rasul baru.
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٤٠
 “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab :40)
            Ahmadiyah adalah salah satu sekte atau aliran yang lahir melalui seorang tokoh bernama Mirza Ghulam Ahmad yang mendakwakan dirinya sebagai Nabi dan Rasul. Selain mengaku sebagai nabi dan rasul, diapun mengaku juga sebagai Al-Mahdi yang ditunggu-tunggu. Jelas sekali pemahaman inilah pemahaman yang keliru, karena bertentangan Al-Qur’an dan As-Sunah.
B.       Gerakan Ahmadiyah di Indonesia
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di india. Mirza lahir 15 februari 1835 M. dan meninggal 26 Mei 1906 M di India.
Missi Jemaat Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Latar-belakangnya adalah sikap keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang berasal dari pesantren/madrasah Thawalib, Padang Panjang, Sumatra Barat.
Thawalib yang beraliran modern, berbeda dengan institusi-institusi Islam ortodox pada masa itu. Misalnya, para santrinya tidak hanya mendalami Bahasa.Arab maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan Latin.
Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar tentang orang Inggris yang masuk Islam di London melalui seorang da’i Islam berasal dari India, Khwaja Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka. Dan inilah yang mendorong beberapa santri tsb. untuk mencari tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar Ayyub, dan Ahmad Nuruddin adalah tiga orang santri Thawalib yang berangkat untuk tujuan tsb.. Mereka sampai di Lahore (masa itu masih India, kini masuk wilayah Pakistan) pada tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan berdialog dengan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu, Khalifatul Masih II ra.. Dan akhirnya mereka bai’at dan belajar di Qadian mendalami Ahmadiyah.
Atas permohonan mereka kepada Khalifatul Masih II, maka dikirimlah utusan pertama Jemaat Ahmadiyah ke Indonesia pada tahun 1925. Yaitu Hz.Mlv.Rahmat Ali ra.
Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia sejak tahun 1935 berada di Jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke Parung, Bogor. Ahmadiyah masuk di Indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar 200 cabang, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain.
Aliran sesat Ahmadiyah sudah banyak dilarang secara lokal/daerah, tetapi belum secara nasional. LPII dan Majlis Ulama’ Indonesia serta organisasi-organisasi Islam tingkat pusat sudah mengirim surat kepada pemerintah cq. Kejaksaan Agung RI tapi belum berhasil dan masih memerlukan perjuangan yang lebih intensif lagi.[1]
Ahmadiyyah (Urdu: احمدیہ Ahmadiyyah) atau sering pula ditulis Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.
Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah "Ahmadiyyah Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.
Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.[2]
C.      Ahmadiyah Dalam Pendekatan Teologi Normatif
Arti perkataan teologi dari segi etimologi (bahasa) maupun terminologi (istilah) terdiri dari kata : “Theos” artinya “Tuhan”, dan kata : “logos” yang berarti ilmu. Jadi “Theologi” berarti ”ilmu tentang Tuhan” atau “Ilmu Ketuhanan”.[3] Adapun kata “normative”  berarti berpegang teguh pada norma, menurut norma atau kaidah yg berlaku.[4]
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.[5]Pendekatan teologi dalam pendekatan pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainya adalah salah.[6]
 Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa faham-nya lah yang paling benar sedangkan yang lainnya adalah salah, sehingga memandang faham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat dan kafir itupun menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusivisme).[7]
Paradigma keberagamaan terdapat 4 macam, yaitu[8] :
a.       Pluralis;  berpandangan, bahwa agama-agama itu pada dasarnya berbeda punya jalan keselamatan sendiri-sendiri, namun ada persamaan dalam mengajarkan kebaikan, perdamaian, dan tolong-menolong
b.      Eksklusiv; berpandangan, hanya agama lah yang benar yang lain salah satu-satunya menyesatkan jalan keselamatan, agama yang lain salah dan menyesatkan.
c.       Inklusiv; berpandangan, bahwa agama-agama itu berasal dari Tuhan yang satu. Perbedaan karena bahasa, pembawa, penerima dan lingkungan geografis.
d.      Al-Hallaj Wahdat al-Adyan (Kesatuan agama-agama); Semua agama berasal dan bertujuan sama, mengabdi kepada Tuhan yang sama pula. Perbedaan hanya nama dan bentuknya. Hakikatnya sama.
Kelompok Ahmadiyah Qadiyan memiliki tiga klasifikasi tentang masalah nubuwwah (kenabian) ini[9], yaitu:
  1. Nabi Shahib al-Syariah wa Mustaqil. Nabi shahib al-syariah adalah nabi yang membawa risalat kenabian beserta syariat untuk umat manusia secara umum, sedangkan nabi mustaqil adalah nabi yang membawa aturan syariah yang tidak disamakan dengan nabi generasi sebelumnya. Contoh nabi dalam kelompok ini adalah seperti Musa as dan Muhammad saw;
  2. Nabi Mustaqil Ghairu al-Tasyri, yaitu nabi yang menerimawahyu dari Tuhan, namun tidak membawa syariat baru. Nabi golongan ini hanya bertugas meneruskan syariat yang telah disampaikan oleh nabi sebelumnya. Contoh nabi di kelompok ini adalah seperti nabi Harun as, Daud as, Sulaiman as, Yahya, as, Zakaria as, dan Isa as;
  3. Nabi Zhilli Ghair al-Tasyri, yaitu nabi yang mendapat anugerah dari Tuhan semata-mata karena mematuhi nabi sebelumnya dan juga mematuhi syariatnya. Ia juga tidak mendapatkan mandate berupa syariat baru, akan tetapi ia hanya meneruskan syariat sebelumnya. Nabi seperti kategori ini hanya muncul dari umat Muhammad saw, bukan dari kelompok sebelumnya. Ghulam Ahmad diklaim oleh kelompok Qadiyan sebagai nabi dalamkategori Zhilli Ghair al-Tasyri’.
Teologi Ahmadiyah Qadian dalam keberagamannya lebih eksklusiv (tertutup). Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut :
1)        Mirza Ghulam Ahmad mengakui dirinya nabi dan Rosul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya menerima wahyu yang turunnya di India, kemudian wahyu-wahyu itu dikumpulkan seluruhnya, sehingga merupakan sebuah kitab suci dan mereka beri nama kitab suci tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari pada kitab suci Al-Qur’an.
2)        Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci Al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari Allah.
3)        Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan Rasul tetap diutus sampai hari kiamat juga.
4)        Mereka mempunyai tempat suci sendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
5)        Mereka mempunyai surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan sertivikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
6)        Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan ahmadiyah, tetapi lelaki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan Ahmadiyah.
7)         Tidak boleh bermakmum dengan (di belakang) imam yang bukan Ahmadiyah.
8)        Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan, dan Tahun sendiri, yaitu nama bulan: 1.Suluh 2.Tabligh 3.Aman 4. Syahadah 5.hijrah 6. Ikhsan 7. Wafa 8. Zuhur 9.Tabuk 10.Ikha 11.Nubuwah 12.fatah. sedang nama tahun mereka adalah Hijri Syamsi (disingkat HS).
9)        Ajaran mereka menganggap kita (yang bukan pengikut Ahmadiyyah) itu kafir.[10]
Kelompok Ahmadiyah Lahore membuat dua klasifikasi nubuwah (kenabian)[11], yaitu:
  1. Nabi Haqiqi, yaitu nabi yang membawa syariat dari Tuhan untuk manusia melalui proses pewahyuan;
  2. Nabi Lughawi, yaitu nabi yang tidak menerima syariat dari Tuhan, namun memiliki kesamaan kualitas personal dengan nabi Haqiqi. Kesamaan kualitas personal tersebut dibuktikan dengan kemampuanya menerima “wahyu”, hanya saja “wahyu” yang dimaksud bukan mengandung tasyri’ walaupun juga mengandung pengetahuan atau pengajaran tentang hal yang gaib.
Menurut kelompok Lahore, Ghulam Ahmad menempati posisi sebagai Nabi Lughawi, dan wahyu yang diterimanya lebih merupakan “wahyu walayah” yang berfungsi untuk menyegarkan keimanan umat manusia, bukan menggantinya dengan doktrin teologi baru
Sedangkan Ahmadiyah Lahore dalam Teologi keberagamaannya lebih inklusive (terbuka) bagi kelompok Islam lainnya. Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan yang berbeda Ahmadiyah Qadian. Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Lahore sebagai berikut:
1.        Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
2.        Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
3.        Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
4.        Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5.        Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6.        Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
7.        Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8.        Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9.        Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
10.    Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.[12]

D.      Pandangan Ulama Terhadap Teologi Ahmadiyah

Dalam musyawarah nasional VII Majelis Ulama Indonesia tahun 2005 dikeluarkanlah keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang aliran ahmadiyah. Kesembilan ajaran Ahmadiyah Qodiyan menurut Fatwa MUI bertentangan dengan dalil naqli[13] :
1.       Firman Allah SWT :
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٤٠
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab :40)
  وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٥٣

“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”(QS. Al-An’am :153)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ عَلَيۡكُمۡ أَنفُسَكُمۡۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهۡتَدَيۡتُمۡۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٠٥

 Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk…….” (QS. Al-Maidah :105)
2.      Hadits Nabi SAW antara lain :
قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : لا نبيّ بعدي (رواه البخارى)
Rasulullah bersabda : Tidak ada Nabi sesudahku.” (HR. Bukhari)
قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : إن الرسالة والنبوة قد انقطعت، فلا رسول بعدي ولا نبي (رواه الترمذى)
“Kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada Rasul dan Nabi sesudahku.” (HR. Tirmidzi)
Dalam musyawarah nasional VII Majelis Ulama Indonesia tahun 2005 MUI menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam) . Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.
Keputusan Mujamma’ al-Fiqh al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) Nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di Jeddah, Arab Saudi, pada tanggal 10-16 Rabi’ al-Tsani 1406 H / 22-28 Desember 1985 M tentang Aliran Qadiyaniyah, yang antara lain menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan disepakati oleh seluruh ulama Islam bahwa Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.Teks Keputusan tersebut adalah sebagai berikut[14]:
إِنَّ مَاادَّعَاهُ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَد مِنَ النُّبُوَّةِ وّالرِّسَالَةِ وَنُزُوْلِ الْوَحْيِ عَلَيْهِ إِنْكَارٌ صَرِيْحٌ لِمَا ثَبَتَ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ ثُبُوْتًا قَطْعِيًّا يَقِيْنِيًّا مِنْ خَتْمِ الرِّسَالَةِ وَالنُّبُوَّةِ بِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّهُ لاَيَنْزِلُ وَحْيٌ عَلَى أَحَدٍ بَعْدَهُ، وَهذِهِ الدَّعْوَى مِنْ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ تَجْعَلُهُ وَسَائِرَ مَنْ يُوَافِقُوْنَهُ عَلَيْهَا مُرْتَدِّيْنَ خَارِجِيْنَ عَنِ اْلإِسْلاَمِ، وَأَمَّا الَّلاهُوْرِيَّةُ فَإِنَّهُمْ كَالْقَادِيَانِيَّةِ فِي الْحُكْمِ عَلَيْهِمْ بِالرِّدَّةِ، بِالرَّغْمِ مِنْ وَصْفِهِمْ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ بِأَنَّهُ ظِلٌّ وِبُرُوْزٌ لِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.

“Sesungguhnya apa yang diklaim Mirza Ghulam Ahmad tentang kenabian dirinya, tentang risalah yang diembannya dan tentang turunnya wahyu kepada dirinya adalah sebuah pengingkaran yang tegas terhadap ajaran agama yang sudah diketahui kebenarannya secara qath’i (pasti) dan meyakinkan dalam ajaran Islam, yaitu bahwa Muhammad Rasulullah adalah Nabi dan Rasul terakhir dan tidak akan ada lagi wahyu yang akan diturunkan kepada seorangpun setelah itu. Keyakinan seperti yang diajarkan Mirza Ghulam Ahmad tersebut membuat dia sendiri dan pegikutnya menjadi murtad, keluar dari agama Islam. Aliran Qadyaniyah dan Aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun aliran yang disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah sebagai bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam“.

Tidak diragukan lagi bahwa mereka bertentangan dengan kesepakatan kaum muslimin sejak masa Rasul SAW, yaitu bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul terakhir, tiada Nabi selain beliau. Selain itu ada pendapat mereka  yang sangat aneh yaitu bahwa Al – Masih atau Al – Masih menitis pada imam mereka. Semua pengakuan ini tidak berdasar. Dan pengakuan yang lebih jauh adalah mu’jizatnya adalah ramalan tentang gerhana sebelum tejadi. Pengakuan mereka adalah kenabian bukan kerasulan,sebab ia merupakan ilmu dan pengetahuan manusiawi .  Itulah mereka diakhir abad lalu dan awal abad ini.
Semua ini hanyalah pengakuan yang tidak berdasar  yang tidak sesuai dengan ketetapan dengan ketetapan yang berdalil yang dapat membawa orang keluar dari Islam. Nabi SAW telah meninggalkan bagi kita sesuatu yang jelas  yang malamnya bagai siang.
Apabila berpegang pada hadits Nabi SAW : “Sesungguhnya Allah mengutus pada tiap penghujung seratus tahun bagi umat ini seorang laki-laki yang memperbaharui urusan-urusan agamanya.” Sesungguhnya para pembaharu (reformer) sebelum dia tidak mengaku sebagai Nabi dan  tidak mengaku bahwa mereka memiliki tanda-tanda kenabiannya.[15]
E.     Kesimpulan
Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyyah Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Kelompok kedua ialah "Ahmadiyyah Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia  Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabinya, kitab Tadzkirah adalah kitab sucinya selain Al-Qur’an, Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci sebagaimana Mekah dan Madinah, dan lain-lain. Sedangkan Gerakan Ahmadiyah Indonesia menganggap Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid. Mirza Ghulam Ahmad menempati posisi sebagai Nabi Lughawi, dan wahyu yang diterimanya lebih merupakan “wahyu walayah” yang berfungsi untuk menyegarkan keimanan umat manusia, bukan menggantinya dengan doktrin teologi baru.
Aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan disepakati oleh seluruh ulama Islam bahwa Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Aliran Qadyaniyah dan Aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun aliran yang disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah sebagai bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam“.




                                                                                                                                       






[1] El Irfan. 2011. makalah-ahmadiyah .http://elrifan.blogspot.com. (Sedia On Line di Unduh tanggal       27 mei 2012)

[2]Wikipedia,Ahmadiyah, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyah, pada tanggal  27 Mei 2012.

[3] Kahar Muzakar Hasbi, Ilmu Kalam/Ilmu Tauhid, Cet, Ketiga (FC Hear: Bandung, 2004).Hal. 6
[4] Kamusbesar.com, Deskripsi dari Normatif, diakses dari http://www.kamusbesar.com/27285/normatif, pada tanggal 27 Mei 2012.
[5] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Ed.1, Cet.3(PT Raja Grafindo: 1999) Hal. 28
[6] Ibid.Hal. 29
[7] Ibid.
[8] Jamali Sahrodi, Pendekatan Studi Islam, disampaikan pada Matrikulasi Mahasiswa Baru PPS IAIN Syekh Nurjati pada tanggal 10 Februari 2012
[9] Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005) h. 102-104
[10] H. Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham sesat di Indonesia, Jakarta. Pustaka Al-kautsar,2002. Hal.5
[11] Iskandar Zulkarnain, Loc Cit. hal. 102-104
[12] Wikipedia,Ahmadiyah, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyah, pada tanggal  27 Mei 2012.
[13] TN. 2007. fatwa-mui-ahmadiyah-qadiyan-sesat .http://media-islam.or.id., (Sedia On line diUnduh  27 Mi 2012)
[14] Muslem Sunah.2009.  Fatwa-mui-tentang-kesesatan-di Akses http://moslemsunnah.wordpress.com/ (Sedang on line di Unduh tanggal 29 Mei 2023)
[15] Al-Syaikh Muhammad  Abu  Zahroh, Madhab-madhab dalam Islam. Terj.Drs H. Djauharudin. (CV . Mulya Abadi :Bandung). Hal. 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar