A. Latar Belakang Masalah
Salah satu dari rukun iman adalah iman kepada
Rasul-rasul, rukun iman ini merupakan
rukun iman yang keempat. Iman kepada Rasul mempunyai fungsi yang sangat besar
dalam kehidupan manusia, yaitu dapat menjadikan manusia tidak hanya mengikuti
kemauan nafsu didalam hidupnya. Dengan iman kepada Rasul, hidup manusia akan
terarah dan bahagia. Di dalam Al-Quran
telah dijelaskan bahwa pintu nubuwwah/kenabian
telah tertutup. Nabi Muhammad SAW, telah
ditetapkan Allah SWT sebagai penutup para nabi, atau nabi yang terakhir.
Setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW, maka tidak akan ada ada lagi nabi dan
rasul baru.
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ
وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ
شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٤٠
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab :40)
Ahmadiyah
adalah salah satu sekte atau aliran yang lahir melalui seorang tokoh bernama
Mirza Ghulam Ahmad yang mendakwakan dirinya sebagai Nabi dan Rasul. Selain
mengaku sebagai nabi dan rasul, diapun mengaku juga sebagai Al-Mahdi yang
ditunggu-tunggu. Jelas sekali pemahaman inilah pemahaman yang keliru, karena
bertentangan Al-Qur’an dan As-Sunah.
B.
Gerakan Ahmadiyah
di Indonesia
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam
Ahmad di india. Mirza lahir 15 februari 1835 M. dan meninggal 26 Mei 1906 M di
India.
Missi Jemaat Ahmadiyah pertama kali masuk ke
Indonesia pada tahun 1925. Latar-belakangnya adalah sikap keingin-tahuan
beberapa pemuda Indonesia yang berasal dari pesantren/madrasah Thawalib, Padang
Panjang, Sumatra Barat.
Thawalib yang beraliran modern, berbeda dengan
institusi-institusi Islam ortodox pada masa itu. Misalnya, para santrinya tidak
hanya mendalami Bahasa.Arab
maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan Latin.
Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah
surat-kabar tentang orang Inggris yang masuk Islam di London melalui seorang
da’i Islam berasal dari India, Khwaja Kamaluddin. Hal ini sangat menarik
perhatian mereka. Dan inilah yang mendorong beberapa santri tsb. untuk mencari
tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar Ayyub, dan Ahmad Nuruddin adalah tiga orang
santri Thawalib yang berangkat untuk tujuan tsb.. Mereka sampai di Lahore (masa
itu masih India, kini masuk wilayah Pakistan) pada tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian
dan berdialog dengan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu, Khalifatul Masih
II ra.. Dan akhirnya mereka bai’at dan belajar di Qadian mendalami Ahmadiyah.
Atas permohonan mereka kepada Khalifatul Masih
II, maka dikirimlah utusan pertama Jemaat Ahmadiyah ke Indonesia pada tahun
1925. Yaitu Hz.Mlv.Rahmat Ali ra.
Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia sejak tahun
1935 berada di Jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke Parung, Bogor. Ahmadiyah
masuk di Indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar 200 cabang,
terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Palembang,
Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain.
Aliran sesat Ahmadiyah sudah banyak dilarang
secara lokal/daerah, tetapi belum secara nasional. LPII dan Majlis Ulama’
Indonesia serta organisasi-organisasi Islam tingkat pusat sudah mengirim surat
kepada pemerintah cq. Kejaksaan Agung RI tapi belum berhasil dan masih
memerlukan perjuangan yang lebih intensif lagi.[1]
Ahmadiyyah (Urdu: احمدیہ Ahmadiyyah) atau sering pula ditulis Ahmadiyah,
adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota
kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.
Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi
atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah
"Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut
kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI
No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah "Ahmadiyyah Anjuman
Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia,
pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah
Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.
Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor
95 Lampiran Nomor 35.
Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut
Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.[2]
C. Ahmadiyah Dalam Pendekatan
Teologi Normatif
Arti perkataan teologi dari segi etimologi
(bahasa) maupun terminologi (istilah) terdiri dari kata : “Theos” artinya
“Tuhan”, dan kata : “logos” yang berarti ilmu. Jadi “Theologi” berarti
”ilmu tentang Tuhan” atau “Ilmu Ketuhanan”.[3]
Adapun kata “normative” berarti
berpegang teguh pada norma, menurut norma atau kaidah yg berlaku.[4]
Pendekatan teologis normatif dalam memahami
agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan
menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa
wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya.[5]Pendekatan
teologi dalam pendekatan pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan
pada bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim
dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainya adalah salah.[6]
Aliran
teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa faham-nya lah yang paling
benar sedangkan yang lainnya adalah salah, sehingga memandang faham orang lain
itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang
dituduh keliru, sesat dan kafir itupun menuduh kepada lawannya sebagai yang
sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling
mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya tidak terbuka dialog atau saling
menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusivisme).[7]
Paradigma
keberagamaan terdapat 4 macam, yaitu[8]
:
a. Pluralis; berpandangan, bahwa agama-agama itu pada
dasarnya berbeda punya jalan keselamatan sendiri-sendiri, namun ada persamaan
dalam mengajarkan kebaikan, perdamaian, dan tolong-menolong
b. Eksklusiv;
berpandangan, hanya agama lah yang benar yang lain salah satu-satunya menyesatkan
jalan keselamatan, agama yang lain salah dan menyesatkan.
c. Inklusiv;
berpandangan, bahwa agama-agama itu berasal dari Tuhan yang satu. Perbedaan
karena bahasa, pembawa, penerima dan lingkungan geografis.
d. Al-Hallaj
Wahdat al-Adyan (Kesatuan agama-agama); Semua
agama berasal dan bertujuan sama, mengabdi kepada Tuhan yang sama pula.
Perbedaan hanya nama dan bentuknya. Hakikatnya sama.
Kelompok Ahmadiyah Qadiyan memiliki
tiga klasifikasi tentang masalah nubuwwah (kenabian) ini[9],
yaitu:
- Nabi Shahib al-Syariah wa Mustaqil. Nabi shahib al-syariah adalah nabi yang membawa risalat kenabian beserta syariat untuk umat manusia secara umum, sedangkan nabi mustaqil adalah nabi yang membawa aturan syariah yang tidak disamakan dengan nabi generasi sebelumnya. Contoh nabi dalam kelompok ini adalah seperti Musa as dan Muhammad saw;
- Nabi Mustaqil Ghairu al-Tasyri, yaitu nabi yang menerimawahyu dari Tuhan, namun tidak membawa syariat baru. Nabi golongan ini hanya bertugas meneruskan syariat yang telah disampaikan oleh nabi sebelumnya. Contoh nabi di kelompok ini adalah seperti nabi Harun as, Daud as, Sulaiman as, Yahya, as, Zakaria as, dan Isa as;
- Nabi Zhilli Ghair al-Tasyri, yaitu nabi yang mendapat anugerah dari Tuhan semata-mata karena mematuhi nabi sebelumnya dan juga mematuhi syariatnya. Ia juga tidak mendapatkan mandate berupa syariat baru, akan tetapi ia hanya meneruskan syariat sebelumnya. Nabi seperti kategori ini hanya muncul dari umat Muhammad saw, bukan dari kelompok sebelumnya. Ghulam Ahmad diklaim oleh kelompok Qadiyan sebagai nabi dalamkategori Zhilli Ghair al-Tasyri’.
Teologi
Ahmadiyah Qadian dalam keberagamannya lebih eksklusiv (tertutup). Pokok-Pokok
Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut :
1)
Mirza
Ghulam Ahmad mengakui dirinya nabi dan Rosul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya
menerima wahyu yang turunnya di India, kemudian wahyu-wahyu itu dikumpulkan
seluruhnya, sehingga merupakan sebuah kitab suci dan mereka beri nama kitab
suci tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari pada kitab suci Al-Qur’an.
2)
Mereka
meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci Al-Qur’an
karena sama-sama wahyu dari Allah.
3)
Wahyu
tetap turun sampai hari kiamat begitu juga nabi dan Rasul tetap diutus sampai
hari kiamat juga.
4)
Mereka
mempunyai tempat suci sendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
5)
Mereka
mempunyai surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan sertivikat
kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
6)
Wanita
Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan ahmadiyah, tetapi lelaki
Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan Ahmadiyah.
7)
Tidak
boleh bermakmum dengan (di belakang) imam yang bukan Ahmadiyah.
8)
Ahmadiyah
mempunyai tanggal, bulan, dan Tahun sendiri, yaitu nama bulan: 1.Suluh
2.Tabligh 3.Aman 4. Syahadah 5.hijrah 6. Ikhsan 7. Wafa 8. Zuhur 9.Tabuk
10.Ikha 11.Nubuwah 12.fatah. sedang nama tahun mereka adalah Hijri Syamsi
(disingkat HS).
Kelompok
Ahmadiyah Lahore membuat dua klasifikasi nubuwah (kenabian)[11],
yaitu:
- Nabi Haqiqi, yaitu nabi yang membawa syariat dari Tuhan untuk manusia melalui proses pewahyuan;
- Nabi Lughawi, yaitu nabi yang tidak menerima syariat dari Tuhan, namun memiliki kesamaan kualitas personal dengan nabi Haqiqi. Kesamaan kualitas personal tersebut dibuktikan dengan kemampuanya menerima “wahyu”, hanya saja “wahyu” yang dimaksud bukan mengandung tasyri’ walaupun juga mengandung pengetahuan atau pengajaran tentang hal yang gaib.
Menurut
kelompok Lahore, Ghulam Ahmad menempati posisi sebagai Nabi Lughawi, dan
wahyu yang diterimanya lebih merupakan “wahyu walayah” yang berfungsi
untuk menyegarkan keimanan umat manusia, bukan menggantinya dengan doktrin
teologi baru
Sedangkan Ahmadiyah Lahore dalam Teologi
keberagamaannya lebih inklusive (terbuka) bagi kelompok Islam lainnya.
Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan yang berbeda Ahmadiyah Qadian. Pokok-Pokok
Ajaran Ahmadiyah Lahore sebagai berikut:
1.
Percaya
pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan
percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan
ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi
yang terakhir.
2.
Nabi
Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin.
Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
3.
Sesudah
Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada
siapa pun.
4.
Apabila
malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja
kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa
khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5.
Sesudah Nabi
Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi
silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat
tetap cerah dan segar.
6.
Sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang
auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak
akan datang nabi.
7.
Mirza
Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid
akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi,
tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8.
Percaya
kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun
Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada
Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9.
Seorang muslim,
apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia
tidak boleh disebut kafir.
Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan
maksiat, tidak bisa disebut kafir.
10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.[12]
D. Pandangan Ulama Terhadap Teologi Ahmadiyah
Dalam musyawarah nasional VII Majelis Ulama
Indonesia tahun 2005 dikeluarkanlah keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia
nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang aliran ahmadiyah. Kesembilan ajaran
Ahmadiyah Qodiyan menurut Fatwa MUI bertentangan dengan dalil naqli[13]
:
1.
Firman
Allah SWT :
مَّا
كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ
وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٤٠
bukanlah
bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan
penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab :40)
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ
وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ
وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٥٣
“dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah
agar kamu bertakwa.”(QS.
Al-An’am :153)
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ عَلَيۡكُمۡ أَنفُسَكُمۡۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهۡتَدَيۡتُمۡۚ
إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
١٠٥
“Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk…….” (QS. Al-Maidah :105)
2. Hadits
Nabi SAW antara lain :
قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : لا نبيّ بعدي
(رواه البخارى)
“Rasulullah bersabda : Tidak ada Nabi
sesudahku.” (HR. Bukhari)
قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : إن الرسالة والنبوة قد انقطعت، فلا
رسول بعدي ولا نبي (رواه الترمذى)
“Kerasulan dan kenabian telah terputus, maka
tidak ada Rasul dan Nabi sesudahku.” (HR. Tirmidzi)
Dalam musyawarah nasional
VII Majelis Ulama Indonesia tahun 2005 MUI menegaskan kembali keputusan fatwa
MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di
luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah
murtad (keluar dari Islam) . Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran
Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq),
yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis. Pemerintah berkewajiban untuk
melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan
organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.
Keputusan Mujamma’ al-Fiqh
al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) Nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di
Jeddah, Arab Saudi, pada tanggal 10-16 Rabi’ al-Tsani 1406 H / 22-28 Desember
1985 M tentang Aliran Qadiyaniyah, yang antara lain menyatakan bahwa aliran
Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi
Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena
mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan disepakati oleh seluruh ulama Islam
bahwa Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.Teks Keputusan tersebut adalah
sebagai berikut[14]:
إِنَّ
مَاادَّعَاهُ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَد مِنَ النُّبُوَّةِ وّالرِّسَالَةِ
وَنُزُوْلِ الْوَحْيِ عَلَيْهِ إِنْكَارٌ صَرِيْحٌ لِمَا ثَبَتَ مِنَ الدِّيْنِ
بِالضَّرُوْرَةِ ثُبُوْتًا قَطْعِيًّا يَقِيْنِيًّا مِنْ خَتْمِ الرِّسَالَةِ
وَالنُّبُوَّةِ بِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ،
وَأَنَّهُ لاَيَنْزِلُ وَحْيٌ عَلَى أَحَدٍ بَعْدَهُ، وَهذِهِ الدَّعْوَى مِنْ
مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ تَجْعَلُهُ وَسَائِرَ مَنْ يُوَافِقُوْنَهُ عَلَيْهَا
مُرْتَدِّيْنَ خَارِجِيْنَ عَنِ اْلإِسْلاَمِ، وَأَمَّا الَّلاهُوْرِيَّةُ
فَإِنَّهُمْ كَالْقَادِيَانِيَّةِ فِي الْحُكْمِ عَلَيْهِمْ بِالرِّدَّةِ،
بِالرَّغْمِ مِنْ وَصْفِهِمْ مِيرْزَا غُلاَم أَحْمَدَ بِأَنَّهُ ظِلٌّ وِبُرُوْزٌ
لِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.
“Sesungguhnya apa yang diklaim Mirza Ghulam
Ahmad tentang kenabian dirinya, tentang risalah yang diembannya dan tentang
turunnya wahyu kepada dirinya adalah sebuah pengingkaran yang tegas terhadap
ajaran agama yang sudah diketahui kebenarannya secara qath’i (pasti) dan
meyakinkan dalam ajaran Islam, yaitu bahwa Muhammad Rasulullah adalah Nabi dan
Rasul terakhir dan tidak akan ada lagi wahyu yang akan diturunkan kepada
seorangpun setelah itu. Keyakinan seperti yang diajarkan Mirza Ghulam Ahmad
tersebut membuat dia sendiri dan pegikutnya menjadi murtad, keluar dari agama
Islam. Aliran Qadyaniyah dan Aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun aliran yang
disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah sebagai
bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam“.
Tidak diragukan lagi bahwa
mereka bertentangan dengan kesepakatan kaum muslimin sejak masa Rasul SAW,
yaitu bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul terakhir, tiada Nabi selain beliau.
Selain itu ada pendapat mereka yang
sangat aneh yaitu bahwa Al – Masih atau Al – Masih menitis pada imam mereka.
Semua pengakuan ini tidak berdasar. Dan pengakuan yang lebih jauh adalah
mu’jizatnya adalah ramalan tentang gerhana sebelum tejadi. Pengakuan mereka
adalah kenabian bukan kerasulan,sebab ia merupakan ilmu dan pengetahuan
manusiawi . Itulah mereka diakhir abad
lalu dan awal abad ini.
Semua ini hanyalah pengakuan
yang tidak berdasar yang tidak sesuai
dengan ketetapan dengan ketetapan yang berdalil yang dapat membawa orang keluar
dari Islam. Nabi SAW telah meninggalkan bagi kita sesuatu yang jelas yang malamnya bagai siang.
Apabila berpegang pada hadits
Nabi SAW : “Sesungguhnya Allah mengutus pada tiap penghujung seratus tahun
bagi umat ini seorang laki-laki yang memperbaharui urusan-urusan agamanya.”
Sesungguhnya para pembaharu (reformer) sebelum dia tidak mengaku sebagai Nabi
dan tidak mengaku bahwa mereka memiliki
tanda-tanda kenabiannya.[15]
E.
Kesimpulan
Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi
atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah
"Ahmadiyyah Muslim
Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di
Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Kelompok kedua ialah "Ahmadiyyah Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore"
(atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk
organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah nabinya, kitab Tadzkirah adalah kitab sucinya selain
Al-Qur’an, Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci sebagaimana Mekah dan
Madinah, dan lain-lain. Sedangkan Gerakan Ahmadiyah Indonesia menganggap Mirza Ghulam Ahmad bukan
nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid. Mirza Ghulam Ahmad menempati
posisi sebagai Nabi Lughawi, dan wahyu yang diterimanya lebih merupakan
“wahyu walayah” yang berfungsi untuk menyegarkan keimanan umat manusia,
bukan menggantinya dengan doktrin teologi baru.
Aliran Ahmadiyah yang
mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima
wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena mengingkari ajaran Islam yang
qath’i dan disepakati oleh seluruh ulama Islam bahwa Muhammad sebagai nabi dan
rasul terakhir. Aliran Qadyaniyah dan Aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun
aliran yang disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad
hanyalah sebagai bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam“.
|
[1] El Irfan. 2011. makalah-ahmadiyah .http://elrifan.blogspot.com.
(Sedia On Line di Unduh tanggal 27
mei 2012)
[2]Wikipedia,Ahmadiyah, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyah, pada
tanggal 27 Mei 2012.
[3] Kahar Muzakar Hasbi, Ilmu
Kalam/Ilmu Tauhid, Cet, Ketiga (FC Hear: Bandung, 2004).Hal. 6
[4] Kamusbesar.com, Deskripsi dari Normatif, diakses dari http://www.kamusbesar.com/27285/normatif,
pada tanggal 27 Mei 2012.
[8] Jamali Sahrodi, Pendekatan
Studi Islam, disampaikan pada Matrikulasi Mahasiswa Baru PPS IAIN Syekh
Nurjati pada tanggal 10 Februari 2012
[9] Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia,
(Yogyakarta: LKiS, 2005) h. 102-104
[10] H. Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham
sesat di Indonesia, Jakarta. Pustaka Al-kautsar,2002. Hal.5
[12] Wikipedia,Ahmadiyah, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyah, pada
tanggal 27 Mei 2012.
[13] TN. 2007. fatwa-mui-ahmadiyah-qadiyan-sesat
.http://media-islam.or.id., (Sedia On line diUnduh 27 Mi 2012)
[14] Muslem Sunah.2009. Fatwa-mui-tentang-kesesatan-di Akses
http://moslemsunnah.wordpress.com/ (Sedang on line di Unduh tanggal 29 Mei 2023)
[15] Al-Syaikh Muhammad Abu Zahroh, Madhab-madhab dalam Islam.
Terj.Drs H. Djauharudin. (CV . Mulya Abadi :Bandung). Hal. 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar