A.
Pendahuluan
Sigmund Freud adalah seorang tokoh psikologi
ternama, yang pertama kali mengembangkan teori psikoanalisis. Teori psikoanalis
adalah adalah salah satu teori kepribadian yang paling berpengaruh, tetapi juga
pada ilmu-ilmu lain, termasuk antropologi dan sosiologi. Bahkan implementasinya
dapat ditemui dalam berbagai praktik kehidupan, seperti manajemen dan iklan.[1]
Psikoanalisis memerlukan interaksi verbal yang cukup
lama dengan pasien, untuk menggali kehidupan pribadinya yang paling dalam.
Pengalamannya menangani para pasien banyak memberikan inpirasi kepada Freud untuk
menyusun teori kepribadiannya. Pengembangan teorinya, didukung juga oleh
penelaahan terhadap konflik-konflik dan kecemasan-kecemasan yang dialaminya
sendiri.[2]
Dalam penulisan makalah ini, penulis menuliskan
biografi singkat Sigmund Freud agar pembaca mengetahui latar belakang pemikiran
Freud, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemikirannya. Selanjutanya
penulis mengemukakan teori pemikirannya yang akan dibahas dan dianalisis yaitu
: Insting, Tingkatan Kepribadian, Struktur kepribadian, Kecemasan, dan
perkembangan Kepribadian.
B.
Biografi
Singkat Sigmund Freud (1856-1939)
Sigmund Freud dilahirkan 6 Mei 1856 di sebuah kota
kecil, Freiberg Moravia. Ayahnya adalah seorang pedagang wol yang mempunyai
pikiran yang tajam dan memiliki selera humor yang baik. Ibunya adalah seorang wanita lincah dan
merupakan istri kedua, yang usianya 21 tahun lebih muda daripada suaminya.[3]Ia
adalah putra sulung dari istri kedua ayahnya, yang melahirkan lima anak
perempuan dan dua anak laki-laki. Lalu Richard Nelson-Jones mengutip pendapat
Jones menulis tentang kebanggaan dan cinta ibu Freud kepada putra sulungnya itu
dan juga menyebutkan bahwa pada usia antara dua dan dua setengah tahun, libido
Freud terhadap ibunya bangkit saat ia melihat ibunya telanjang. Freud dalam
bukunya “An Autobiographical Study” mengatakan : “Orang tua saya Yahudi, dan
saya sendiri tetap seorang Yahudi”.
Ayahnya, Jakob, adalah seorang pedagang wol yang ketika Freud berumur empat tahun,
memindahkan keluarganya ke Wina. Tahun-tahun awal Freud di Wina sangat berat,
dan selama masa pertumbuhannya, keluarganya tampak dalam keadaan kekurangan uang.[4]
Ketika berumur sembilan tahun, Freud masuk sekolah
menengah (Sperl Gymnasium), dia menjadi siswa terbaik di kelasnya selama
tujuh tahun, menikmati hak istimewa yang
diharuskan lulus pada beberapa kali ujian. Freud adalah seorang pekerja keras yang sangat suka membaca dan
belajar. Meninggalkan sekolah pada usia 17 tahun, ia menghadapi pilihan karier,
yang waktu itu merupakan pilihan yang harus diambil oleh seorang Yahudi Wina,
yakni bidang indrustri, bisnis, hukum atau, atau kedokteran. Freud ingat saat
itu ia tidak memiliki minat khusus pada kedokteran, karena minatnya lebih
mengarah pada masalah manusia daripada objek alam. [5]
Pada tahun 1873 Freud masuk University of Vienna
untuk belajar kedokteran, meskipun selama di sana minat akademiknya lebih
beragam. Pada tahun 1876 ia memulai riset pertamanya, studi tentang struktur
kelenjar kelamin belut. Walaupun dengan banyak interupsi pendek, tidak lama
setelah itu ia masuk laboratorium fisiologis Ernest Brucke untuk bekerja di
sana dalam kurun antara 1876 sampai 1882. Selama periode ini Freud terutama
memfokuskan pekerjaan yang berkaitan dengan histologi sel-sel saraf.
Brucke, ia menemukan “tempat beristirahat dan
kepuasan” dan bertemu ilmuwan-ilmuwan “yang pantas saya hormati dan saya
jadikan model”. Ia sangat menghormati Brucke. Freud tidak terlalu mempedulikan
studi kedokterannya. Walaupun begitu, pada1881 ia lulus ujian akhir dan menjadi
doktor dalam bidang kedokteran dengan nilai “sempurna”.
Pada tahun 1882 Freud meninggalkan laboratorium
Brucke, yang pada tahun sebelumnya ia telah diangkat menjadi staf ahli disana.
Mungkin disebabkan pengaruh jatuh cinta, dan karena itu membutuhkan keuangan
yang cukup, Freud memutuskan untuk mencari uang menjadi dokter. Ia masuk Rumah Sakit Umum di Wina, di
sana ia mendapatkan pengalaman di berbagai bagian rumah sakit dan menjadi
seorang peneliti aktif di institute of Cerebral Anatomy.[6]
Berbekal penghargaan traveling fellowship Freud pergi ke paris, selama Oktober 1885
sampai Februari 1886, ia belajar di Salpatririere
(rumah sakit untuk penyakit-penyakit saraf yang dipimpin Charcot). Ia
sangat terkesan dengan investigasi Charcot tentang histeria, yang mengonfirmasi
kebenaran fenomena histerik, termasuk kelumpuhan histerik, termasuk kelumpuhan
histerik dan bangunan sugesti hipnotik. Pada 1886, Freud kembali ke Wina untuk
menikahi Martha Bernays dan membuka praktik pribadi sebagai sebagai spesialis penyakit
saraf.[7]
Pada awal 1880-an, Freud menjalin persahabatan akrab
dengan Joseph Breuer, seorang dokter Wina yang menonjol. Breuer bercerita
kepadanya tentang bagaimana antara 1880-1882 ia berhasil menangani seorang anak
perempuan yang memiliki gejala histeria.
Metodenya adalah dengan menghipnotis anak secara mendalam dan setelah itu
didorong mengekpresikan diri dengan mengatakan hal-hal dalam ingatan mengenai
situasi-situasi emosi yang menekannya.
Selama tahun 1890-an peralihan dari katarsis ke
psikoanalisis terjadi. Jones menulis : “ ada banyak sekali bukti bahwa selama
berpuluh-puluh tahun- kira-kira tahun 1890-an- Freud mengalami psikoneuris yang
sangat berat, namun selama tahun-tahun ketika neurisnya sedang memuncak,
-sekitar 1987-1900-itulah Freud menghasilkan karya paling orisionalnya.
Selama periode 1887 sampai 1990 Freud menjalin
pertemanan intens dengan Wilhems Fleis, seorang spesials hidung dan tenggorokan
yang dua tahun lebih muda dibanding dirinya. Fleis melihat masalah seksual
sebagai hal sentral dan mendorong Freud serta memberi izin untuk mengembangkan
teori-teorinya. Jones mencatat ketergantungan Freud pada pendapat Fleis dan
menyebutnya sebagai “publik tunggal” Freud. Jones menilai, padahal secara
intelektual Fleiss jauh lebih rendah dibanding Freud.
Dengan latar belakang seperti ini, Freud mulai
mengembangkan ide-idenya tentang dasar-dasar seksual neuris, walaupun
meninggalkan hipnotisme, tetapi masih mempertahankan praktik yang mengharuskan
pasiennya berbaring di sofa sementara ia duduk di belakang pasien. Selama
tahun1897 sampai 1899, ia menulis hasil karya utamanya, The Interpretation of dream.pada musim panas 1889 Freud menjalani
terapi psikoanalisis terhadap ketidaksadarannya sendiri, dan analisis terhadap
diri sendiri ini menghasilkan bahan untuk buku tersebut. Freud menemukan nafsu
masa kanak-kanaknya terhadap ibunya dan kecemburuannya terhadap ayahnya, yang
dianggapnya sebagai karakteristik suka menentang pada diri manusia yang disebut Oedipus complex. Dibutuhkan waktu delapan tahun untuk menjual 600
kopi edisi pertama The Interpretation of
Dream-nya. Jones melihat analisis yang dilakukan Freud terhadap dirinya
sendiri dengan berkata “Akhir dari semua kerja keras dan penderitaan itu adalah
fase terakhir dan sekaligus fase final dalam evolusi kepribadian Freud.
Munculah seorang Freud yang tenang dan lunak, yang untuk selanjutnya menekuni
pekerjaannya dengan bebas dan tenang dan lunak, yang untuk selanjutnya menekuni
pekerjaannya dengan bebas dan tenang “. Namun demikian dalam biografi Fromm
(1959) tidak sebaik itu. Ia mengatakan bahwa Freud terus menunjukan
ketidakpastian dan egoisme, baik dalam kehidupan profesional maupun kehidupan
pribadinya. Pada tahun 1905, Freud mempublikasikan hasil karya utama lainnya, Tree Contribution to the Theory of Sex,
yang menelusuri perkembangan seksualitas sejak awal masa kanak-kanak.[8]
Dalam studi autobiografisnya Freud melihat bahwa
setelah periode katarsis pendahulunya, sejarah psikoanalisis dapat dibagi
menjadi dua fase. Dari sekitar tahun 1895 sampai 1906 atau 1907 ia bekerja
sendirian, namun setelah itu kontribusi murid-murid dan kolaboratornya semakin
penting. Perkembangan historis selanjutnya menunjukan bahwa ide-ide Freud mulai
ditinggalkan pada tahap ini.[9]
Freud memiliki kebiasan merokok rata-rata 20 batang
cerutu dan, pada tahun 1923, ia mengetahui bahwa dirinya mengidap penyaki
kanker rahang. Ia menghabiskan hidupnya 16 tahun terkahir dalam kesakitan yang
sering kali menyiksa, dan total 33 operasi sudah dilakukan pada rahangnya. Pada
gempuran Nazi menyebabkan Freud meninggalkan Austria bersama keluarganya dan
menetap di Inggris, sebuah negara yang dikaguminya, yang dikunjungi untuk
pertama kali saat ia berumur 19 tahun. Ia meninggal di London setahun kemudian.[10]
C.
Teori
Pemikiran Sigmund Freud
Teori psikoanalisis memiliki beberapa konsep-konsep
utama yang khas dan berbeda dengan teori-teori kepribadian yang lain.
Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut :
1. Insting
a. Pengertian
Insting
Insting adalah elemen dasar dari kepribadian,
kekuatan yang memotivasi atau drive yang
menentukan arah dari sebuah perilaku. Dalam bahasa Jerman, insting disebut
dengan trieb, yang mungkin dapat
diterjemahkan dengan kekuatan dengan kekuatan yang mengarahkan (driving force) atau impuls. Insting
merupakan bentuk energi yang ditransformasikan dari energi fisiologis yang
menghubungkan antara kebutuhan jasmani dan
keinginan pikiran (mind’s wishes[11]).
Insting menurut pendapat lain merupakan kumpulan
hasrat atau keinginan (whises). Dalam
kenyataan, insting hanya merefleksikan sumber-sumber kepuasan badaniah atau
kebutuhan –kebutuhan (needs). Tujuan
dari insting-insting adalah mereduksi ketegangan (tension reduction) yang dialami sebagai suatu kesenangan.[12]
Dari kedua pendapat di atas, insting merupakan
sesuatu kekuatan yang menghasilkan hasrat seseorang untuk memenuhi kebutuhan
jasmani yang terhubung oleh keinginan dalam pikirannya untuk memenuhi hasratnya
sehingga tercapai kepuasan dalam diri seseorang. Seseorang yang sudah lama belum
makan akan muncul hasrat rasa lapar dan keinginan untuk mencari makanan,
seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.
Ada tiga istilah yang banyak persamaannya, yaitu
instink, keinginan (wish) dan
kebutuhan (need). Insting adalah
sumber perangsang somatis dalam yang dibawa sejak lahir, keinginan adalah
perangsang psikologis, sedangkan kebutuhan adalah perangsang jasmani. Jadi,
lapar misalnya, dapat digambarkan secara psikologis sebagai keinginan akan
makanan. Keinginan itu menjadi alasan (motif)
tingkah laku : misalnya orang lapar mencari makanan.[13]
b. Jenis-jenis
Insting
Freud mengelompokan insting ke
dalam dua kategori, yaitu insting hidup dan insting mati. Insting hidup
disediakan agar individu dan spesies dapat bertahan hidup melalui cara tertentu
untuk memuaskan kebutuhan akan makanan, udara, dan seks. Insting ini
berorientasi kepada pertumbuhan perkembangan. Energi psikis yang
dimanifestasikan dari insting hidup disebut libido.
Libido dapat dilekatkan atau dimanifestasikan pada berbagai objek. Dalam
konsep Freud akan mengatakan disebut dengan cathexis.
Misalnya, jika anda memiliki teman sekamar, maka Freud akan mengatakan
bahwa libido anda di- cathexis-kan
olehnya.
Suatu instink itu mempunyai emapat
macam sifat, yaitu :
(a)
Sumber
Yang
menjadi insting yaitu kondisi jasmaniah; jadi kebutuhan.
(b)
Tujuan
Adapun
tujuan insting ialah menghilangkan rangsangan kejasmanian, sehingga
ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh
meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya : tujuan insting lapar (makan)
ialah menghilangkan keadaan kekurangan makanan, dengan cara makan.
(c)
Objek
insting
Objek
insting ialah segala aktivitas yang mengantar keinginan dan terpenuhinya
keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi
termasuk pula cara-cara memenuhi
kebutuhan yang timbul karena isting itu.
(d)
Pendorong
atau penggerak insting
Pendorong
atau penggerak insting adalah kekuatan insting itu, yang tergantung kepada
intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya: makin lapar orang (sampai
batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar.[14]
Freud
mengklasfikasikan insting ke dalam dua kelompok, yaitu :
(1)
Insting
hidup (life instink: eros). Insting
hidup merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku
secara positif atau kontruktif. Insting ini berfungsi untuk melayani tujuan
manusia agar tetap hidup dan mengembangkan rasnya. Insting ini meliputi
dorongan-dorongan jasmaniah, seperti seks, lapar, dan haus. Insting ini juga
dinyatakan atau diwujudkan dalam berbagai komponen budaya kreatif, seperti :
seni lukis, musik, kerja sama, dan cinta. Energi yang bertanggung jawab
bagiinsting hidup adalah libido. Libido ini
bersumber dari erotogenic zones yaitu
bagian-bagian tubuh yang sangat peka terhadap rangsangan (seperti : bibir/mulut,
dubur dan organ seks) yang apabila dimanipulasi dengan cara tertentu (seperti
sentuhan) akan menimbulkan perasaan nikmat (menyenangkan). Contohnya : menete
akan menimbulkan kenikmatan oral, buang hajat menimbulkan kenikmata anal, dan
pijatan akan menimbulkan kenikmatan genital. Pada masa bayi atau anak, insting
ini (seks) relatif terlepas satu sama lainnya, sedangkan pada masa remaja
cenderung melebur dalam melayani tujuan reproduksi secara bersama.
(2)
Insting
mati (death instink : thanatos). Insting ini merupakan motif dasar manusia yang
mendorongnya untuk bertingkah laku yang bersifat negatif atau destruktif. Freud
meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan membawa dorongan mati (keadaan tak
bernyawa = inanimate state). Pendapat
ini didasarkan kepada prinsip konstansi dari
Fechner yaitu bahwa semua proses kehidupan itu cenderung kembali kepada dunia
yang anorganis. Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup
adalah mati. Hidup itu sendiri tiada lain hanya perjalanan ke arah mati. Dia
beranggapan bahwa insting ini merupakan sisi gelap dari kehidupan manusia.
Fungsinya tidak begitu jelas, oleh karena itu tidak begitu dikenal. Derivatif
dari insting ini adalah tingkah laku agresif, baik secara verbal (seperti
marah-marah dan mencemooh/ mengejek orang lain) maupun non-verbal (seperti
berkelahi, membunuh, atau bunuh diri dan memukul orang lain).[15]
Dari
penjelasan di atas insting dibagi kepada dua jenis, yaitu yang pertama insting
hidup yang di dalamnya terdapat dorongan untuk bersikap positif dan membangun
seperti untuk mempertahankan hidup terdapat insting rasa lapar dan rasa haus
dan untuk mempertahankan dan mengembangkan rasnya terdapat keinginan sex.
Insting hidup bukan saja dalam segi jasmani saja,tapi juga dari hasil cipta
pemikiran seseorang sehingga menghasikan seni budaya contohnya, seni tari,
puisi, seni lukis, dll.
Freud
percaya bahwa dalam kehidupan ini pasti akan menemui kematian, dan Freud juga
percaya bahwa dalam sisi manusia terdapat sisi gelap. Sisi gelap manusia yang di
dalamnya terdapat insting yang kedua yaitu insting mati yang mendorong
seseorang untuk bersikap atau bertingkah laku negatif, baik dilakukan secara
verbal (ucapan) seperti marah-marah, membenci seseorang, mengejek,
menghina,dll. Ataupun secara non verbal (perbuatan/tingkah laku) seperti
memukul, berkelahi, membunuh diri atau orang lain, dll.
2. Tingkatan
Kepribadian
Freud membagi kepribadian ke dalam tiga bagian,
yaitu : kesadaran (conscious),
prasadar (preconscious), dan
ketidaksadaran (unconscious).
a) Kesadaran
(conscious) fisik.
Kesadaran (conscious)
mempunyai fungsi seperti organ indra untuk mempersepsikan kualitas-kualitas
fisik. Berbeda dengan kedua jenis ketidaksadaran, ketidaksadaran tidak memiliki
ingatan dan keadaan kesadaran biasanya sangat sementara. Materi menjadi
disadari, atau mengalir masuk ke dalam organ indra kesadaran, dari dua arah :
dua eksternal dan perangsangan di dalam. Selain itu, fungsi bicara memungkinkan
kejadian-kejadian internal seperti sekuensi ide dan proses intelektual menjadi
sesuatu yang disadari.[16]
Kesadaran berkaitan dengan makna dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk sensasi dan pengalaman, yang membuat kita menyadari
setiap peristiwa yang kita alami. Kesadaran merupakan bagian kehidupan mental
atau lapisan jiwa individu. Kehidupan mental ini memiliki kesadaran penuh.
Melalui kesadarannya, individu mengetahui siapa dia, sedang apa dia, sedang dimana
dia,apa yang terjadi di sekitarnya, dan bagaimana dia memperoleh yang
diinginkannya. Menurut Freud, kesadaran merupakan aspek yang sangat terbatas
dalam kepribadian, karena hanya menempati porsi yang kecil dari pemikiran,
perasaan, dan ingatan yang ada berada dalam tingkat kesadaran pada setiap
waktunya. Freud menggambarkan pikiran itu seperti gunung es. Kesadaran berada
dalam porsi yang paling atas, sedangkan yang muncul di permukaan air hanya
merupakan bagian ujung dari gunung es.[17]
b) Prasadar
(preconscious)
Prasadar (preconscious)
terdiri atas semua hal yang dapat dengan mudah mempertukarkan keadaan tidak
sadar dengan keadaan sadar. Jadi, prasadar bersifat laten dan bisa menjadi
sadar, sementara ketidaksadaran ditekan dan tidak mungkin menjadi kesadaran
tanpa melalui kesulitan besar. Materi mungkin tetap berada dalam
ketidaksadaran, meskipun bisa saja menemukan jalan keluar ke kesadaran tanpa
membutuhkan campur tangan psikoanalitik. Prasadar dapat dianggap tabir di
antara ketidaksadaran yang seperti dalam kasus mimpi, disertai dengan
modifikasi-modifikasi yang dibuat pada materi yang tidak disadari melalui
penyensoran.[18]
Prasadar merupakan lapisan jiwa dibawah kesadaran,
dan berada di tengah antara sadar dan tidak sadar. Prasadar sebagai penampungan
dari ingatan-ingatan yang tidak dapat diungkap secara cepat, dapat diingat
kembali bila diusahakan. Misalnya, kita lupa seseorang yang baru saja ditemui.
Pada kesempatan lain, tiba-tiba orang tersebut. Untuk mengingat nama orang
tersebut diperlukan sedikit
konsentrasi dan asosiasi tertentu.[19]
c) Ketidaksadaran (unconscious)
Ketidaksadaran
(unconscious) adalah materi
yang tidak dapat di terima kesadaran melalui represi. Dengan kata lain, pada
ketidaksadaran, sensor materi yang memasuki kesadaran yang kuat. Objek
psikoanalisis adalah bantuan yang membuat sebagian materi ini dapat diakses
oleh kesadaran, meskipun selama prosesnya
kuat mungkin terbangkitkan akibat konotasi seksual dari banyak hal yang
ditekan.
Ketidaksadaran merupakan lapisan terbesar kehidupan
mental dan berada di bawah permukaan air. Di samping itu, ketidaksadaran juga
merupakan fokus utama dalam teori psikoanalisis yang berisi insting-insting
atau pengalaman tidak menyenangkan yang ditekan (repress). Meskipun tidak sepenuhnya individu menyadari kebaradaan
insting-insting tersebut, namun insting tersebut aktif bekerja untuk memperoleh
kepuasan.[20]
Kesadaran seseorang bisa diketahui ketika seseorang
mampu menggunakan alat inderanya untuk menyadari peristiwa yang ia alami,
mengetahui siapa dirinya, sedang apa dia, sedang dimana dia, dan bagaimana dia
memperoleh apa yang diinginkannya. Ketidaksadaran adalah materi tidak didapat
diterima ketidak sadaran melaui tekanan (represi). Di antara keduanya terdapat
prasadar di bawah kesadaran. Prasadar sebagai penampungan dari ingatan-ingatan
yang tidak dapat diungkap secara cepat, dapat diingat kembali bila diusahakan.
3. Struktur
Kepribadian
Menurut Freud, kepribadian manusia memiliki suatu
struktur yang diri dari id (das es),
ego (das ich), dan super ego (das uber ich). Sruktur kepribadian
tersebut akan saling berinteraksi dan akan menetukan perilaku seseorang.
a. Id
Id (dalam bahasa Jerman Jerman disebut das es) merupakan komponen kepribadian
yang primitif dan instingtif. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle). Prinsip ini pada
dasarnya merupakan cara untuk mereduksi (menurunkan) ketegangan. Prinsip
kesenangan merujuk kepada pencapaian kepuasan segera dari dorongan biologis.
Dalam penjelasan Freud, id merupakan sumber energi psikis yang menggerakan
kegiatan psikis manusia, karena berisi insting-insting, baik insting hidup (eros) yang menggerakan untuk mencapai
pemenuhan kebutuhan biologis (seperti makan, minum, tidur, hubungan seks dan
lain-lain) dan juga insting kematian (tanatos)
yang menggerakan tingkah laku agresif. Ide bersifat primitif dan tidak logis
atau tidak rasional[21].
Dalam
mereduksi ketegangan atau menghilangkan kondisi yang tidak menyenangkan dan
untuk memperoleh kesenangan, id menempuh dua cara (proses), yaitu melalui
refleks dan proses primer (”the primary
process”) . Refleks merupakan reaksi-reaksi psikologis yang lebih rumit. Proses
primer berusaha mengurangi ketegangan dengan cara membentuk khayalan
(berfantasi) tentang objek atau aktivitas yang akan menghilangkan ketegangan
tersebut. Misalnya : pada saat lapar menghayalkan makanan; pada saat dendam
menghayalkan kegiatan balas dendam. Kehadiran objek yang diinginkan dalam
bentuk maya (hayalan), sebagai pengalaman halusinasi dinamakan “Wishfullfillment”. Contoh yang terbaik
tentang proses primer ini adalah mimpi
(dream).[22]
b. Ego
Ego dalam bahasa Jerman disebut das ich merupakan aspek psikologi kepribadian. Ia menjadi eksekutif
dari kepribadian. Selain itu, ia juga yang membuat keputusan mengenai
insting-insting mana yang akan dipuaskan dan bagaimana cara memuaskannya. Ego
merupakan sistem kepribadian yang rasional dan berorientasi pada prinsip
realitas (reality principle). Ego
berperan sebagai mediator antara id (keinginan untuk mencapai kepuasan) dan
kondisi lingkungan atau dunia nyata. Ego dibimbing oleh prinsip realitas yang
bertujuan untuk mencegah ketegangan sampai mendapatkan objek yang dapat
memenuhi kepuasan atau dorongan dari id[23].
Ego menurut Freud seperti joki penunggang kuda yang
harus menghindar dari masalah, ego harus berusaha menjinakan dorongan id yang
tak terkendali. Seperti halnya id, ego pun mempunyai keinginan untuk
memaksimalkan pencapaian kepuasan, hanya dalam prosesnya, ego berdasarkan pada “secondary process thinking”. Hal yang
harus diperhatikan dari ego ini adalah bahwa (1) ego merupakan bagian dari id
yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan kebutuhan id, bukan untuk
mengecewakannya, (2) seluruh energi (daya) ego berasal dari id,sehingga ego
tidak terpisah dari id, (3) peran utamanya menengahi kebutuhan id dan kebutuah
lingkungan sekitar, 4) ego bertujan untuk mempertahankan kehidupan individu dan
pengembangbiakannya.[24]
c. Super
ego
Super ego (dalam bahasa Jerman disebut das ueber ich) merupakan aspek sosial
dari kepribadian. Berisi komponen moral dari kepribadian. Berisi komponen moral
dari kepribadian yang terkait dengan standar atau norma masyarakat mengenai
baik-buruk atau benar-salah. Super ego mulai berkembang pada usia 3 sampai
dengan 5 tahun. Pada usia ini, anak-anak memperoleh (rewards) atas kepatuhannya dan medapatkan hukuman atas
pembangkangannya. Keduanya akan mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan
keinginan atau ketentuan (dalam hal ini adalah orang tuanya). Tingkah laku
yang yang salah (artinya tidak sesuai
ketentuan norma) akan mendapatkan hukuman. Proses ini akan menumbuhkan kata
hati (conscience) anak, sedangkan
perintah untuk berbuat baik (tingkah laku yang sesuai dengan aturan) akan
mendapatkan hadiah (reward), mungkin
berupa pujian. Peristiwa ini akan membentuk ego ideal anak. Mekanisme
terbentuknya kata hati dan ego ideal ini disebut dengan introjeksi. Introjeksi dapat diartikan sebagai proses penerimaan
anak terhadap norma-norma dan kode moral dari orang tua[25].
Super ego berfungsi untuk (1) merintangi
dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif, karena dalam
perwujudannya sangat dikutuk masyarakat, (2) mendorong ego untuk menggantikan
tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, dan (3) mengejar
kesempurnaan (perfection).[26]
Id merupakan sumber energi psikis yang menggerakan
kegiatan psikis manusia, untuk menggerakan insting-insting yang terdapat dalam
manusia, baik berupa insting hidup seperti makan, minum, seks dan lain-lain.
Dan juga insting mati, baik berupa marah,membalas dendam dll. Untuk mengurangi
rasa tegangnya dengan berusaha untuk menghayalkan tentang apa yang
diinginkannya.
Semua manusia mempunyai ego masing-masing, ego
adalah sebagai mediator antara id dan
dunia nyata (realitas) . Dengan ego manusia dibimbing untuk memenuhi kepuasan
atau dorongan yang terdapat dalam id.
Sedangkan Super Ego yang di dalamnya terdapat aspek
moral atau standar baik-buruk yang terdapat pada sosial masyarakat. Super ego
berfungsi untuk meredam keinginan yang terdapat pada id yang berorientasi pada
tujuan realistik di ganti oleh tujuan moralistik, sehingga untuk memenuhi ego di sesuaikan
dengan moralitas atau norma-norma yang
terdapat di dalam masyarakat.
4. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan
Kecemasan (anxiety)
adalah perasaan yang kita rasakan pada saat cemas. Cemas tidak sama dengan
takut. Dalam konsep Freud, kecemasan merupakan bagian penting dalam teori
kepribadian dan memasukannya ke dalam dasar perkembangan perilaku neorotik dan
psikotik. Prototipe dari seluruh kecemasan adalah trauma kelahiran yang secara
khusus dijelaskan lebih lanjut oleh Otto Rank.[27]
Freud mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah
keadaan ketidak senangan tertentu dengan lecutan motorik di sepanjang jalur
yang pasti. Ia melihat kecemasan sebagai reaksi universal terhadap situasi
bahaya dan ego sebagai satu-satunya tempat kecemasan. Kelak sumber kecemasan
terjadi di luar kemauan ketika situasi berbahaya muncul. Sumber kecemasan
lainnya dihasilkan oleh ego ketika bahaya itu hanya berupa ancaman dan ego
merasa lemah dalam kaitannya dengan hal itu.[28]
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa Kecemasan (anxiety) adalah
perasaan yang kita rasakan pada saat cemas, atau sebuah perasaan di saat
keadaan tidak senang. Kecemasan muncul diakibatkan atas reaksi situasi bahaya
dan ego sebagai satu-satunya tempat kecemasan.
b. Jenis-jenis
Kecemasan
Ada tiga
macam kecemasan, satu untuk masing-masing dari ketiga ego “taskmaster” (pemberian tugas) :
· Kecemasan
realistis tentang bahaya dunia
eksternal
· Kecemasan
moral tentang konflik dengan
superego; dan
· Kecemasan
neurotik tentang konflik dengan
kekuatan implus-implus yang bersifat insting id[29]
1) Kecemasan
nyata atau kecemasan objektif, yaitu ketakutan terhadap bahaya yang terlihat
dan ada yang ada dalam dunia nyata. Misalnya, takut dengan ular, harimau,
bencana alam atau gempa bumi. Kecemasan realistis menyediakan tujuan positif,
karena akan menuntun perilaku kita untuk menghindari atau melindungi dari
bahaya yang ada. Kecemasan akan mereda apabila objek sudah tidak ada. Ketakutan
objektif dapat juga berubah menjadi ekstrim, misalnya orang yang tidak mau
meninggalkan rumah karena takut tertabrak mobil, atau orang yang tidak bisa
melihat cahaya karena takut api. Pada dasarnya, ketakutan semacam ini bersift
realistis, tetapi porsi ketakutannya melebihi kondisi normal.
2) Kecemasan
neurotik, yaitu bentuk kecemasan yang mengganggu kesehatan mental. Kecemasan
neurotik, yaitu bentuk kecemasan yang menggangu kesehatan mental. Kecemasan
neurotik berbasis pada masa kanak. Dalam suatu konflik antara penundaan
instingtif dan realitas, anak sering kali di hukum atas ekspresi seksual yang
terlalu terbuka atau karena memiliki dorongan agresif atau keinginan untuk
menunda impuls id tertentu yang akan menyebabkan kecemasan. Kecemasan neurotik
adalah ketakutan yang tidak disadari atas keberadaan hukuman terhadap
impulsifitas dari perilaku yang didominasi id. Ketakutan bukan merupakan
insting, melainkan hasil dari penundan insting. Konflik terjadi antara id, ego,
dan dari sumber asalnya yang memiliki basis realistis.
3) Kecemasan
moral, yaitu kecemasan yang merupakan hasil dari konflik antara id dan
superego. Pada intinya kecemasan moral merupakan ketakutan seseorang terhadap conscience-nya. Pada saat tertentu,
orang dimotivasi untuk menampilkan impuls instingtif, tetapi di sisi lain, ada
kode moral. Dalam situasi ini, super ego akan membalas dengan menyebabkan
perasaan bersalah atau malu.[30]
Kecemasan nyata adalah sebuah
ketakutan terhadap apa yang terlihat jelas dan nyata, yang menuntut kita untuk
menghindari atau melindungi dari bahaya yang ada.
Kecemasan neurotik adalah bentuk
kecemasan yang mengganggu kesehatan mental, karena terjadi konflik antara id dan ego antara keinginan dan cara mendapatkannya tidak dapat terlaksana
atau tidak terpuaskan.
Kecemasan moral terjadi karena ada
konflik antara id dan super
ego, sesorang yang ingin memenuhi kebutuhannya terbentur oleh norma-norma
yang ada sehingga dia akan merasa bersalah dan malu.
c. Mekanisme
Pertahanan Melawan Ego (Kecemasan)
Mekanisme pertahanan ego merupakan proses mental
yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui dua
karakteristik khusus yaitu (1) tidak disadari dan (2) menolak, memalsukan atau
mendisrtorsi (mengubah) kenyataan. [31]Mekanisme
pertahanan ini juga dapat diartikan sebagai rekasi-reaksi yang tidak disadari
dalam upaya melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan, seperti
cemas dan perasaan bersalah[32].
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
mekanisme pertahanan melawan ego merupakan proses mental dengan rekasi-reaksi yang
tidak disadari yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dengan cara menolak,
memalsukan atau mendisrtorsi (mengubah) kenyataan.
Terdapat 8 (delapan) mekanisme pertahanan ego
(kecemasan) yaitu (1) Repression (represi), (2) Reaction-formation (pembentukan
reaksi), (3) Projection (Proyeksi), (4) Fixation (fiksasi), (5) Regression
(regresi), (6) Rasionalisasi, (7) Sublimasi , dan
(8) Displacement penggantian
Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian mekanisme
pertahanan ego (kecemasan), yaitu :
(a) Repression
(represi) : dimaksudkan untuk melupakan
sesuatu dan tetap tidak menyadari bahwa
dirinya telah melakukan hal itu. Proses represi ada dua macam :
1. Materi
yang ada di tingkat pra-sadar, yang diterima oleh kesadaran kemudian ditekan
kembali ke dalam ketidaksadaran; dan
2. Materi
yang ada di tingkat ketidaksadaran mungkin dilarang oleh penyensoran untuk
memasuki pra-sadar dan oleh sebab itu harus tetap dalam ketidaksadaran.
Sebagai
contoh, kedua represi bisa berlaku untuk impuls-impuls seksual tersembunyi. Represi
adalah mekanisme pertahanan sentral ego yang bersifat mendasari, dasar bagi
semua pertahanan lainnya.
(a)
Reaction-formation (pembentukan reaksi)
: Mengadopsi pikiran, perasaan, dan perilaku yang berlawanan dengan pikiran dan
perasaan yang sebenarnyaa. Ego mengakui implus-implus bertentangan dengan
implus-implus bertentangan dengan implus-implus yang terancam. Sebagai contoh
implus seksual mungkin dihindari oleh sikap malu eksesif, muak, dan tidak
menginginkan seksualitas.
(b)
Projection (Proyeksi) : Ego mengatasi
ancaman impuls yang bersifat insting yang tidak dapat diterima dengan
mengeksternalisasikannya. Jadi, individu, alih-alih mengakui impuls libido dan
agresivitasnya sendiri, mungkin menjadi sangat menyadari karakteristik itu pada
diri orang lain dan menyandangnya secara keliru.
(c)
Fixation (fiksasi) : Ketika orang menjadi sangat cemas menuju ke
fase perkembangan seksual selanjutnya, mereka mungkin tertinggal atau menjadi
terikat dengan derajat yang bervariasi pada tahap sebelumnya dalam kaitannya
dengan pemuasan insting-instingnya. Sebagai contoh, anak-anak mungkin lengket
dan sangat tergantung pada cinta ibunya daripada membuat objek pencurahan
energi perasaan yang baru.
(d)
Regression (regresi) : Penggunaan
kembali perilaku-perilaku yang cocok untuk tahap perkembangan seksual
sebelumnya. Ketika dibawah ancaman, seseorang kembali lagi ke fase sebelumnya
yang mungkin malahan merupakan kondisi yang lebih menjerat. Faktanya, regresi
bisa dua macam : kembali ke objek inses yang dulu dijadikan luapan energi perasaan
oleh libido dan kembali ke kebisaan seksual secara keseluruhan seperti seperti
fase sebelumnya.[33]
(e)
Rasionalisasi : Bentuk mekanisme
pertahanan diri yang terjadi dengan menafsirkan ulang sebuah perilaku menjadi
lebih rasional dan dapat diterima. Kita berusaha memaafkan atau membenarkan
sebuah ancaman yang awalnya menyakitkan dengan cara memberikan penjelasan yang
rasional. Misalnya, orang yang dipecat dari pekerjaannya akan membuat
rasionalisasi bahwa pekerjaan tersebut tidak cocok untuknya. Seorang laki-laki
yang ditolak cintanya akan merasionalisasi bahwa perempuan yang dicintainya
memiliki banyak kekurangan sehingga tidak akan sesuai baginya.
(f)
Displacement (Penggantian) : Penggantian
terjadi jika objek yang dapat memuaskan atau impuls id tidak tersedia akan
menggantikannya dengan objek lain. Misalnya, anak yang marah terhadap orang tua
atau orang dewasa yang marah terhadap atasannya, tetapi takut untuk
mengekpresikan kemarahan tersebut, maka akan mengganti objek perilaku
agresifnya orang tua kepada adik atau kakanya, sementara orang dewasa mengganti
objek agresinya dengan memukul benda lain yang tidak dapat melawan. Objek pengganti adalah sesuatu yang
tidak menjadi ancaman bagi dirinya, meskipun penggantian objek tidak akan
meredakan ketegangan secara memuaskan, seperti halnya kalau langsung diarahkan kepada
orang atau objek asli. bentuk displacement
tertentu yang dilakukan terus menerus akan menyebabkan akumulasi tekanan,
dan lama-kelamaan tidak dapat menampungnya lagi. Dalam situasi seperti ini,
biasanya individu akan mencari cara baru untuk meredakan tekanan yang
dialaminya.
(g)
Sublimasi : adalah bentuk pemgalihan
impuls id yang dilakukan dengan menyalurkannya ke dalam bentuk perilaku yang
lebih terpuji dan dapat diterima oleh masyarakat. Misalnya, energi seksual
dialihkan menjadi perilaku yang artistik yang kreatif.[34]
5. Perkembangan Kepribadian
Freud mengembangkan teori mengenai perkembangan
kepribadian yang merujuk pada perkembangan seksual sehingga lebih dikenal
dengan perkembangan psikoseksual. Menurut Freud terdapat 5 (lima) tahapan
perkembangan psikoseksual, yaitu : (a) Tahap oral, sumber kenikmatan terdapat
di dalam sekitar mulut; (b) Tahap anal, sumber kenikmatannya berada di dubur,
(c) Tahap Phalik, sumber kenikmatan terdapat pada alat kelamin, (d) Tahap
Latensi, tahap ini adalah masa tenang secara seksual, (e) Tahap genital, tahap
ini adalah masa dimana terjadi kematangan organ repreduksi.
Pendapat di atas sesuai dengan yang akan dijelaskan
secara terperinci, sesuai dengan tahap perkembangan psikoseksual yang terdiri
atas berikut ini :
a. Tahap
Oral (0- 1 tahun)
Oral
berasal dari kata aris, artinya
mulut. Tahap oral terjadi pada awal kehidupan manusia, yaitu 0-1 tahun. Pada
tahapan ini, mulut menjadi sumber kenikmatan erotis, karena libido
didistribusikan ke daerah sekitar mulut. Perbuatan mengisap dan menelan menjadi
metode utama untuk mencapai kepuasan. Pada tahap ini, anak akan menikmati
puting ibunya dan memasukan benda ke dalam mulutnya, seperti mengisap jempol
ataupun dot.[35]
Bulan pertama . Freud mengatakan “jika bayi bisa berbicara, tanpa diragukan lagi dia akan
mengakui bahwa tindakan menghisap putimg adalah hal terpenting dalam hidupnya”.
Menyusu sangat vital karena air susu menyediakan makanan bagi bayi-dia harus
terus meghisap puting ibu untuk bertahan hidup. Namun Freud melihat juga kalau
tindakan menghisap menyediakan perasaan menyenangkan bagi bayi.[36]
Bagian
kedua tahap oral. Kira-kira sejak usia 6 bulan, bayi mulai mengembangkan konsepsi tentang orang lain, khususnya
ibu, sebagai pribadi yang berbeda dan terpisah darinya namun dibutuhkan. Mereka
jadi cemas jika ibu meninggalkannya atau ketika mereka bertemu orang asing tempat
ibunya.[37]
b.
Tahap Anal (1-3 tahun)
Anal berasal dari kata anus, artinya ‘dubur’. Dubur menjadi sumber kenikmatan erotis pada
masa ini, karena libido didistribusikan ke daerah anus. Pada saat anus anak
penuh dengan ampas makanan, akan memerlukan pelepasan. Peristiwa buang air
besar (BAB) merupakan pencapaian kepuasan dan menberikan rasa nikmat. Peristiwa
ini disebut dengan erotik anal.[38]
Organ kedua yang menjadi daerah Erogen
adalah anus, dan perkembangan seksual pindah dari fase oral ke fase
anal-statistik. Aspek aktif fase ini adalah impuls untuk menguasai (sadisme), dengan penguatan pada
otot-otot tubuh dan pengontrolan fungsi otot lingkar. Membran mukus erogen anus
juga memanifestasikan diri sebagai organ dengan tujuan seksual pasif .
ciri-ciri sifat yang dikaitkan dengan fase ini adalah keteraturan, penghematan,
dan ketegaran, yang secara bersama-sama
menetapkan apa yang dikenal sebagai “karakter anal”[39]
c. Tahap Phalik (4 – 5 tahun)
Phalik
berasal dari kata phallus artinya
‘zakar’. Pada usia ini anak mulai memperhatikan atau mulai senang memainkan
alat kelaminnya sendiri, seperti memijit-mijit. Pada tahap ini, terjadi
perkembangan berbagi aspek psikologis, terutama terkait dengan kehidupan
psikososial keluarga atau perlakuan terhadap anak. Anak mulai berprilaku “selfish” atau mementingkan diri
sendiri, atau lebih berorientasi kepada diri sendiri.[40]
Organ
ketiga yang menjadi daerah erogen adalah kelamin. Periode perkembangan seksual
yang terjadi pada organ seksual laki-laki (falus) dan klitoris perempuan itu
menjadi penting dan dikenal sebagai fase falik
(bangkitnya) berahi, yang dimulai sekitar umur sekitar tiga tahun. Disini
kenikmatan diperoleh dari masturbasi. Selama fose falik, seksualittas masa kanak-kanak awal mencapai insentitas
tertingginya dan selama fase ini perkembangan seksual laki-laki dan perempuan
menjadi berbeda. Fase oedipus adalah bagian falik untuk kedua jenis kelamin.[41]
d. Tahap latensi (6 - 12)
Periode
yang dimulai sekitar awal usia enam tahun,
pada anak perempuan, mungkin lebih lambat, sampai mensrtuasi dan pubertas
merupakan periode latensi seksual. Latensi itu bisa atau parsial dan, selama
periode ini, berbagai kekangan seksual berkembang. Salah satu mekanisme yang
digunakan untuk mengalihkan energi seksual disebut sublimation (sublimasi) atau displacement (pemindahan) libido ke pencarian tujuan dan
budaya baru. Disamping itu, ketika inidividu berkembang, impuls-impuls libido
bisa memunculkan antikateksi atau reaksi-reaksi yang bertentangan
(reaformation-pembentukan-reaksi), seperti jijik, malu, dan sok moralis[42].
Tahap latensi berkisar antara usia 6
sampai 12 tahun (masa sekolah SD). Tahap ini merupakan masa tenang seksual,
karena segala sesuatu yang terkait dengan seks dihambat atau direspon
(ditekan). Dengan kata lain, masa ini adalah periode tertahannya
dorongan-dorongan sek dan agresif. Selama masa ini, anak mengembangkan
kemampuannya bersublimasi (seperti
mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan-kegiatan
lainnya), dan mulai menaruh perhatian untuk berteman (bergaul dengan orang
lain). Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap
netral) sehingga dalam bermain pun anak laki-laki sebangku dengan anak wanita,
dan sebaliknya. Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan
oran-orang di luar keluarganya.[43]
e. Tahap
genital (12 - seterusnya)
Tahap
genital,yang dimulai pada saat menstruasi atau pubertas, melibatkan subordinasi
semua sumber perasaan seksual pada keunggulan daerah genital. Pencurahan energi
libido sebelumya mungkin masih dipertahankan, yang dimasukkan dalam aktivitas
atau tindakan pendahuluan atau tindakan atau tindakan penunjang seksual, atau
ditekan atau dialihkan dengan cara tertentu. Pubertas membawa peningkatan
libido yang lebih besar pada anak laki-laki, tetapi pada anak perempuan ada peningkatan pada represi,
terutama soal seksualitas klitoral. Pada saat mentruasi atau pubertas, bersama
mengatasi pilihan- objek inses, tibalah saat melepaskan diri dari otoritas
orangtua. Oleh karena perkembangan seksual sebelumnya yang cukup memadai,
individu sekarang siap terlibat hubungan genital heteroseksual.[44]
Tahap ini dimulai sekitar usia 12
tahun atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja. Masa ini
ditandai dengan matangnya organ repreduksi anak. Pada periode ini, insting
seksual dan agresif menjadi aktif. Anak mulai mengembangkan motif untuk
mencitai orang lain, atau mulai berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisifasi aktif dalam
berbagai kegiatan, dan persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan, dan bserkeluarga.[45]
[1]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi., Teori
dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling, Ghalia Indonesia.
Bogor: 2011. Hal. 23
[2]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., Teori Kepribadian, Cet.Kedua. Sekolah
Pasca Sarjana UPI dengan PT. Remaja Rosdakarya. Bandung : 2008. Hal. 39
[3]
Ibid.
[4]
Richad Nelson-Jones, Teori dan Praktik
Konseling dan Terapi, Ter. Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A., dan Dra.
Sri Mulyantini Soetjipto, Cet. Pertama Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2011. Hal.
32
[5]
Ibid
[6]
Ibid
[7]
Ibid.
[8]
Ibid. Hal.35-36
[9]Ibid.Hal
36
[10]
Ibid. Hal 37
[11]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.
25
[12]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., , Op.Cit., Hal. 48
[13]
Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., Ed.S., Ph.D., Psikologi
Kepribadian, Rajawali Pers. Jakarta : 2010. Hal. 129
[14]
Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., Ed.S., Ph.D., Op.Cit.Hal.129-130
[15]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.48-49
[16]
Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.39-40
[17]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.
27
[18]
Richad Nelson-Jones,Op.Cit. Hal. 39
[19]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.
27
[20]
Ibid.
[21]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, , Op.Cit., Hal.
28
[22]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.42
[23]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.28
[24]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.43-44
[25]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, , Op.Cit., Hal.29
[26]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.45
[27]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, , Op.Cit., Hal.30
[28]
Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.44
[29] Ibid
[30]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, , Op.Cit., Hal.31
[32]
Prof. Dr. Syamsu Husuf L.N dan Dr. Juantika NurIhasan, M.Pd, Op.Cit, Hal.53
[33]
Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.52-53
[34]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, , Op.Cit., Hal.32-34
[35]
Ibid.,Hal.35
[36]
William Crain,T.eori Perkembangan, Konsep
dan Aplikasi, Edisi Ketiga,Terj. Yudi Santoso, Cet. I. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta. 2007. Hal. :388-389
[37]
Ibid, Hal.390
[38]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.35
[39]
Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.48
[40]
Dr. Dede Rahmat Hidayat, Op.Cit., Hal.35
[41]
Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.48
[42]
Ibid, Hal 48-50
[43]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.63
[44]
Richad Nelson-Jones, Op.Cit., Hal.50
[45]
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, MPd dan Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd, Op.Cit., Hal.64
artikelnya bagus lengkap dengan footnotnya
BalasHapusTerimakasih sangat bermanfaat sekali.
BalasHapusMy blog
terima kasih sangat bermanfaat
BalasHapushttp://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fherisuroyo%2F.wordpress.com