Kamis, 21 Januari 2016

Tata Cara Penyembelihan Hewan Ternak, Aqiqah,dan Qurban

A. Penyembelihan Hewan Ternak
Kambing, sapi, dan kerbau adalah hewan ternak yang halal dimakan asal disembelih dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam.
Jika hewan-hewan tersebut tidak disembelih ketentuan syariat, hewan-hewan tersebut dihukumi sebagai bangkai yang haram dimakan.
Tata Cara Penyembelihan
1. Alat yang diperlukan :
a)     Pisau atau pedang yang tajam.
b)     Benda lain setajam pisau yang bisa memotong urat nadi leher seperti panah, peluru, tulang, potongan besi, batu pipih dan lain-lain.
2. Cara menyembelih:
a.     Telentangkan hewan yang akan disembelih dengan posisi menghadap kiblat.
b.     Bacalah basmalah dan dengan niat karena Allah
c.      Potonglah urat nadi leher hewan yang akan disembelih.
d.     Biarkan darah segar mengalir dari urat nadi leher tersebut
e.     Kuliti
f.        Potong-potong dan cincanglah sesuai dengan kebutuhan

B. Aqiqah
Keluarga Muslim yang baru dikaruniai seorang anak baik laki-laki maupun perempuan disunahkan untuk mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah SWT. Caranya adalah menyembelih kambing.
Dari Samurah bin Jundub, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كلُّ غلامٍ رهينةٌ بعقيقته: تذبح عنه يوم سابعه، ويحلق، ويسمى

“Setiap bayi digadaikan dengan nya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya, dan diberikan nama.” (HR. Abu Daud)

1. Hukum dan Syarat Akikah
Hukum akikah adalah sunah muakkad bagi orang tua anak.
Syarat-syarat dan ketentuan pembnagian daging hewan akikah adalah sebagai berikut:
a)  Hewan yang disembelih adalah kambing atau                       biri-biri.
b)  Hewan yang disembelih harus sehat.
c)  Daging hewan akikah dibagi tiga, 1/3 bagian untuk dimakan oleh yang berakikah, 1/3 untuk disedekahkan , dan 1/3 bagian dihadiahkan.
d)  Daging hewan akikah lebih utama dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan.

      2. Fungsi Akikah
1. Sebagai penebus gadai.
2. Sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT.
3. Sebagai sedekah kepada sanak saudara, tetangga , dan fakir miskin.
4. Mendekatkan diri kepada Allah SWT
5. Menjalin keakraban dengan tetangga dan handai tolan
6. Menciptakan kehidupan yang serasi.
7. Menghidupkan sunah Rasul.

C. Qurban
Secara bahasa (lughatan) atau etimologis,  Qurban berasal dari kata Qaruba – Yaqrubu – Qurban – Qurbanan, dengan huruf Qaf didhammahkan artinya bermakna mendekat. Qaruba ilaihi artinya mendekat kepadanya. Allah Ta’ala berfirman: Inna Rahmatallahi Qariibun Minal Muhsinin (Sesungguhnya Rahmat Allah dekat dengan orang-orang berbuat baik).[1]
       Secara istilah (Syar’an) atau terminologis, Qurban bermakna menyembelih hewan tertentu dengan niat Qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala pada waktu tertentu pula. [2]
       Pada masa modern, istilah Qurban telah masuk ke bahasa Indonesia yakni ‘Korban’, yakni memberikan sesuatu secara rela karena faktor cinta dan ridha. Semakin hari istilah ‘Korban’ semakin meluas, dia juga bisa bermakna menjadi penderita, seperti istilah ‘Korban gempa’, ‘Korban banjir’, dan lain-lain.
Waktu penyembelihan hewan kurban yang utama adalah pada hari raya Idul Adha setelah terbitnya matahari. Hukum menyembelih hewan kurban adalah sunah muakkad.
a.    Hukum Ibadah Qurban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah, dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan para ulama.
Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut, dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
     “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.”[3]
Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
الأُْضْحِيَةُ فَرْضٌ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دُونَ أُمَّتِهِ لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ الْمُتَقَدِّمِ : ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَلَكُمْ تَطَوُّعٌ : النَّحْرُ وَالْوِتْرُ وَرَكْعَتَا الضُّحَى
           
Berqurban adalah fardhu (wajib) atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak bagi umatnya. Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas yang telah lalu: ada tiga hal yang diwajibkan kepada diriku,  namun bagi kalian adalah sunah: berqurban, witir, dan dua rakaat dhuha. [4]

b.  Syarat dan Pembagian Kurban
a)  Orang yang berkurban harus mampu menyedikan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa berhutang.
b)  Qurban harus binatang ternak seperti unta, sapi , kambing , atau biri-biri.
c)  Binatang yang disembelih tidak memiliki cacat , tidak buta , tidak pincang , tidak sakit , dan kuping serta ekor harus utuh.

c.  Aktifitas Berkurban dan Hewan Qurban

            Aktifitas menyembelih berkurban dalam bahasa Arab ada beberapa istilah, pertama, disebut dengan dhahhaa, dikatakan: dhahhaa bi Syaatin  minal Udh-hiyah artinya dia berkurban dengan ‘Kambing Qurban.’[5] Ada pun Hewan Qurban-nya sendiri lebih dikenal dengan istilah  Al Udh-hiyah, jamaknya Al Adhaahiy. Oleh karena itu hari penyembelihannya disebut ‘Iedul Adhaa (Hari Raya Qurban). Sementara, pengorbanan adalah tadh-hiyah.
            Kedua, dalam Al Quran, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nahr (diambil dari kata nahara – yanhuru –nahran). Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
            Oleh karena itu, hari raya kurban juga dikenal dengan Yaumun Nahri.
            Ketiga, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nusuk (diambil dari kata nasaka – yansuku – nusukan).
            Allah Ta’ala berfirman:
   فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
  “ …jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.  “ (QS. Al Baqarah (2): 196)
Keempat, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih disebut dzab-ha (diambil dari kata dzabaha – yadzbahu – dzabhan).
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. ….."  (QS. Al Baqarah (2): 67)
Kelima, dalam Al Quran aktifitas tersebut juga di sebut Al Hadyu.
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban (Al Hadyu)  yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. (QS. Al Baqarah (2): 196)

D. Tata Cara Penyembelihan Hewan Akikah Dan kurban
a)    Niat memotong hewan akikah/kurban karena Allah SWT.
b)    Menyiapkan pisau atau golok (atau alat lain yang dipakai untuk memotong) yang benar-benar tajam.
c)    Megikat dengan kuat dan menghadpkan hewan akikah/kurban ke arah kiblat.
d)    Membaca basmallah
e)    Membaca selawat atas Nabi Muhammad
f)     Membaca takbir
g)    Memotong hewan aqiqah/qurban.
h)   Membaca doa agar aqiqah/qurban diterima Allah.

E. Fungsi Akikah Dan Kurban Dalam kehidupan
a)    Mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.
b)    Menghidupkan (melaksanakan) sunah Rasulullah SAW.
c)    Menumbuhkan sikap kepedulian sosial.
d)    Meningkatkan kesadaran diri untuk memiliki jiwa berkorban di jalan Allah.





[1] Al Jauhari, Ash Shihah fi Al Lughah, 2/28.
[2] Imam Ibnu Hajar al Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Hal. 252, catatan kaki no. 3. Cet.1, 1425H – 2004M. Darul Kutub Al Islamiyah
[3]  HR. Ibnu Majah No.  3123, Al Hakim No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam  Syu’abul Iman  No. 7334
                Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 7565, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Imam Adz Dzahabi menyepakati hal ini.
                Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6490, namun hanya menghasankan dalam kitab lainnya seperti At Ta’liq Ar Raghib, 2/103, dan Takhrij Musykilat Al Faqr, No. 102.
                Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth mendhaifkan hadits ini, dan beliau mengkritik Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi dengan sebutan: “wa huwa wahm minhuma – ini adalah wahm (samar/tidak jelas/ragu) dari keduanya.” Beliau juga menyebut penghasanan yang dilakukan Syaikh Al Albani dengan sebutan: “fa akhtha’a – keliru/salah.” (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 8273)
[4]  Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah,  2/ 259-260
[5] Al Jauhari, Ash Shihah fi Al Lughah,  1/406.  

2 komentar: