Rabu, 03 September 2014

TEORI EMPIRISME



Tokoh aliran ini adalah John Locke dari Inggris. Ia terkenal dengan “teori tabula rasa”. Ia berpendapat bahwa anak yang baru lahir bagaikan tabula rasa, yakni meja lilin yang putih dan bersih serta belum tergoreskan apapun. Meja lilin itu dapat di bentuk apa saja, tergantung pelukisnya. [1]Dalam teori ini anak diibaratkan sebagai meja lilin yang siap digambari  adalah  dibentuk oleh pelukis. Sedangkan yang dimaksud adalah lingkungan karena ada di luar diri anak. Artinya, aliran ini menganggap perkembangan anak ditentukan oleh lingkungan. Oleh sebab itu John B. Watson pernah sesumbar, secara bombastis menyatakan “Beri aku bayi, mau dijadikan dokter, insinyur, atau ahli hukum, bahkan dijadikan orang gila mintalah kepadaku”.
Aliran ini memandang penting pengalaman, lingkungan yang efektif, pembelajaran, sosialisasi, pendidikan, dan akulturasi. Sedangkan faktor genetik yang dibawa sejak masa konsepsi, instink, dan kematangan dianggap tidak berfungsi dalam perkembangan organisme. Perkembangan organisme semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan.
Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang berbeda dengan aliran Nativisme. Pengikut aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor dasar, sedangkan empirisme mengatakan bahwa dalam  perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungan dan pendidikan. Kaum empiris terkenal dengan nama optimisme paedagogis[2].
Aliran empirisme berpengaruh besar di Amerika Serikat. Banyak ahli yang walaupun tidak secara ekplisit menolak peranan dasar itu, namun karena dasar tersebut sukar ditentukan, maka praktis yang dibicarakan hanya lingkungan[3].
Aliran empirisme ini dapat berkembang dan berlanjut menjadi paham environmentalisme, namun ternyata aliran ini dasarnya tidak tahan uji dan tidak dapat dipertahankan. Tokoh utama aliran ini adalah John loke.
Doktrin aliran empirisme yang sangat masyhur adalah “tabula rasa” yang berarti batu tulis atau lembaran yang kosong. Doktrin ini menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan, faktor orang tua dan keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan anak. Sifat orang tua merupakan gaya khas dalam  bersikap dan memperlakukan anak.
Dalam  lingkungan sekitar terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku, akan tetapi lingkungan yang aktual hanyalah faktor-faktor dalam  dunia sekeliling yang benar-benar mempengaruhi. Lingkungan dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.    Lingkungan alam atau luar.
2.    Lingkungan dalam .
3.    Lingkungan sosial.
Dari ketiga lingkungan tersebut, lingkungan sosial yang berpengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan rohani dan pribadi anak[4].
Adapun jenis-jenis empirisme antara lain :
1.    Empirio-kritisme
Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyektif-idealistik yang ingin memberikan pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas dan sebagainya sebagai pengertian apriori. Aliran ini mengajukan  konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi. Dengan mengajukan ajaran tentang koordinasi dasar, empirio-kritisme berubah menjadi idealisme subjektif.
2.    Empirisme logis
Empirisme logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
a.    Analisis logis modern dapat diterapkan pada pemecahan problem filosofis dan ilmiah.
b.    Ada batas-batas bagi empirisme, prinsip sistem logika formal dan kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
c.    Semua proporsi yang benar dapat dijabarkan pada proporsi mengenai dua inderawi,
d.   Pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3.    Empiris radikal
Aliran ini berpendapat bahwa semua pengetahuan dapat  dilacak sampai pada pengetahuan inderawi. Namun di antara mereka ada yang mengatakan kita dapat mengetahui suatu corak pengetahuan yang tidak dapat dijabarkan pada penerapan[5].




[1] Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd., Psikologi Pendidikan, dkk. UPI Pres I Bandung, Cet. 1, 2000, 34
[2] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), 59.
[3] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 178
[4] Mukhlison Effendi, Dan Siti Rodliyah, Ilmu Pendidikan  (Ponorogo: PPS Press, 2004), 38.

[5] Ahmad Faruk, Traktat Filsafat Umum; Penelusuran Tematis (Ponorogo: STAIN Press, 2006), 34-35.

2 komentar: