Senin, 01 September 2014

“Kedudukan, tugas, & fungsi tenaga kependidikan (Guru)”.




Pendidikan sangatlah penting, karena sangat mempengaruihi dalam kehidupan kita di di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat. Maka secara sadar terbentuklah lembaga pendidikan yang dinamakan dengan sekolah. Kalau dilingkungan keluarga yang sangat berperan dalam pendidikan adalah orang tua, yang mana anak-anaknya yang menjadi objek pendidikan. Di lingkungan masyarakat yang sangat berperan dalam pendidikan adalah tokoh masyarakat, para alim ulama, para pemimpin, yang mana masyarakat yang ada disekitarnya menjadi objek pendidikan.
Begitu pula di lingkungan sekolah yang sangat berperan dalam pendidikan adalah guru, guru tidak hanya sekedar mengajar untuk  mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Namun guru memiliki tugas mendidik, membimbing, mengarahkan, menilai, dan lain sebagainya. Maka atas dasar itu guru harus mendapatkan pendidikan sebagai bekal dalam menjalankan tugasnya.
A.      Pengertian Guru

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dalam Bab I Pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa : “ Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan  diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Guru termasuk tenaga kependidikan selain dosen, pamong belajar, widyaiswara, tutor, dll.[1]
Sebelum membicarakan kedudukan, tugas, dan fungsi tenaga kependidikan (guru), ada baiknya pemakalah menguraikan terlebih dahulu definisi tentang guru. Ada beberapa pendapat tentang pengertian  guru, diantaranya :
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[2]
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/ sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru.[3]
Di negara-negara Timur sejak dahulu kala guru itu dihormati oleh masyarakat. Orang India dahulu, menganggap guru itu sebagai orang suci dan sakti. Dijepang, guru di sebut “sensei”, artinya “yang lebih dahulu lahir”, “yang lebih tua”. Di Inggris, guru itu dikatakan “teacher” dan di Jerman disebut “der Lehrer”. Keduanya berarti  “pengajar”. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti “Pengajar”, mealinkan juga “Pendidik”, baik di dalam maupun diluar sekolah a harus menjadi penyuluh masyarakat.[4]
Sedangkan guru sebagai seorang pendidik adalah orang yang memberikan pelayanan mengembangkan potensi terdidik. Pendidik seharusnya mengenal dan menguasai konsep dasar tentang mansia dan alam. Dalam pendidikan Islam, konsep dasar tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.[5]
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang tugasnya bukan hanya mengajar, namun memiliki tugas mendidik, melatih, mengarahkan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
B.       Kedudukan Guru                                                                                                                
Guru sebagai social worker (pekerja sosial) sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun kebutuhan masyarakat akan guru belum seimbang dengan sikap sosial masyarakat terhadap guru belum seimabang dengan sikap sosial masyarakat terhadap guru. Berbeda dengan penghargaan mereka terhadap profesi lain, seperti dokter, pengacara, insinyur dan yang seterusnya. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru, menurut Nana Sudjana yang dikutip Tabrani Rusyan, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1.      Adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa siapa pun dapat menjadi guru, asalkan ia berpengetahuan, walaupun tidak mengerti didaktik- metodik.
2.      Kekurangan tenaga guru di daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai kewenangan profesional untuk menjadi guru.
3.      Banyak tenaga guru sendiri yang belum menghargai profesinya sendiri, apalagi berusaha mengembangkan profesi tersebut. Perasaan rendah diri menjadi guru masih menggelayut dihati  mereka sehingga mereka melakukan penyalahgunaan  profesi untuk kepuasan dan kepentinga pribadi, yang hanya akan menambah pudar wibawa guru di mata masyarakat.[6]
Salah satu hal menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan yang tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat Nabi dan Rasul. Mengapa demikian? Karena guru adalah bapak ruhani (Spiritual father) bagi anak  didik yang memberi santapan jiwa dengan ilmu pengetahuan. Penghargaan terhadap orang yang berilmu tergambar dalam hadis di bawah ini seperti  yang di kutip Ahmad Tafsir :
1.      Tinta ulama lebih berharga daripada darah para syuhada.
2.      Orang yang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, orang yang berpuasa, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah.
3.      Apabila meninggal seorang alim maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh orang alim pula.[7]
C.      Tugas Guru
Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan ruhaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah. Disamping itu, ia mampu sebagai makhluk sosial dan makhlu individu yang mandiri.[8]
Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka al-kitab dan al-Hikmah. Dan sesunguhnya sebelum kedatangan Nabi tu, mereka benar-benar dalam keseatan yang nyata. (Qs. Ali Imran :  164)
Dari ayat diatas, dapat ditarik kesimpulan yang utama bahwa tugas Rasulullah selain Nabi, juga seorang pendidik (guru). Oleh karena itu, tugas utama guru menurut ayat tersebut adalah :
1.      Penyucian, yakni pengembangan, pembersihan dan pengangkatan jiwa kepada pencipta-Nya, menjauhkan diri dan menjaga diri agar tetap berada pada fitrah.
2.      Pengajaran, yakni peralihan berbagai pengetahuan dan akidah kepada akal dan hati kaum muslim agar mereka mereaisasikannya dalam tingkah laku kehidupan.[9]
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dari manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.[10]
1.      Persyaratan administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal kewarga negaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Disamping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2.      Persyaratan Teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal,  harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dimulai sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita dan memajukan pendidikan/pengajaran.
3.      Persyaratan psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis antara lain : sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian. Disamping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memiliki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.

4.      Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi : berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru, seorang guru harus memiliki berbagai kompetensi keguruan sehingga guru dapat menunaikan tuasnya dengan baik. Pada dasarnya guru harus memiliki tiga kompetensi, yaitu : Kompetensi kepribadian, Kompetensi penguasaan atas bahan, dan Kompetensi dalam cara mengajar.
a.      Kompetensi Kepribadian
Setiap guru memiliki kepribadiannya sendiri-sendiri yang unik. Tidak ada guru yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan. Jadi pribadi keguruan itu pun “unik” pula, dan perlu dikemabangkan secara terus-menerus agar guru itu terampil dalam :
1)        Mengenal dan megakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarkannya;
2)        Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar-mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral (batiniah) terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesaman arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru;
3)        Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling mempercayai antara guru dan murid.
b.      Kompetensi penguasaan atas bahan
Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi (takhasus) atas ilmu atau kecakapan/pengetahuan yang diajarkan.
Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi sesui dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya ini amat perlu dibina karena selalu dalam:
1)        Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkannya kedalam bentuk-bentuk komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan;
2)        Menyusun komponen-komponen atau informasi itu sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
c.       Kompetensi dalam cara-cara mengajar
     Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru. Khususnya keterampilan dalam :
1)        Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu (catur wulan/ semester atau tahun ajaran);
2)        Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau alat peraga) bagi murid dalam proses belajar yang diperlukannya;
3)        Mengembangkan dan mempergunakan semua metode-metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasinya yang efektif.
               Ketiga aspek kompetensi tersebut di atas harus berkembang secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian itu dapat diharapkan dari padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar secara profesional dan efektif.[11]
D.   Fungsi Guru
       Fungsi sentral guru adalah mendidik (Fungsi educational). Fungsi sentral ini berjalan sejajar dengan atau dalam melakukan kegiatan mengajar (Fungsi instruksional) dan kegiatan bimbingan, bahkan dalam setiap tingkah lakunya berhadapan dengan murid (interaksi educatif) senantiasa terkandung fungsi mendidik. Dalam pada itu guru pun harus mencatat dan melaporkan pekerjaannya itu kepada berbagai pihak yang berkepentingan atau sebagai bahan yang dapat digunakan sendiri untuk meningkatkan efektifitas pekerjaannya (sebagi umpan balik). Yang terakhir itu dikenal sebagai tugas administrasi (fungsi manajerial).[12]
     Beberapa fungsi guru diantaranya adalah[13] :
a)   Guru sebagai pendidik
Sesorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memiliki “kepribadian” dengan segala  ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru seseorang harus memiliki kepribadian.
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai “pendidik”. Guru memang seorang “pendidik”, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “Mendididk” sikap mental seseorang tidak cukup hanya “ mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikan, dengan guru sebagai idoalanya.[14]
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab guru; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesui dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan.
Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalammenanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.
b)    Guru sebagai pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut  merupakan tugas dan tanggung jawanya pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari.
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai fakor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor diatas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik.
Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, sebagai berikut :
1)      Membuat ilustrasi : pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
2)      Mendefinisikan : meletakan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh peserta didik.
3)      Menganalisis : membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian, sebagaimana orang mengatakan : “cuts the learning into chewable bites”.
4)      Mensintesis : mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan antara bagian yang satu dengan yang lain nampak jelas, dan setiap masalah itu tetap berhubungan dengan yang lain nampak jelas, dan setiap masalah itu tetap berhubungan dengan keseluruhan yang lebih besar.
5)      Bertanya : mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar apa yang dipelajari menjadi jelas, seperti yang dilakukan Socrates.
6)      Merespon : mereaksi atau menanggapi pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.
7)      Mendengarkan : memahami peserta didik, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, serta membuat kesulitan nampak jelas baik bagi guru maupun peserta didik.
8)      Menciptakan kepercayaan : peserta didik akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.
9)      Memberikan pandangan  yang bervariasi : melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang, dan melihatmasalah dalam kombinasi yang bervariasi.
10)  Menyediakan media untuk mengkaji materi standar. Memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.
11)  Menyesuaikan metode pembelajaran : menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah dipelajari.
12)  Memberikan nada perasaan : membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan hidup melalui antusias dan semangat.
c)    Guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (Journey), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Guru sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut :
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai contoh, kualitas hidup seseorang sangat bergantung pada kemampuan membaca dan menyatakan pikiran-pikirannya secara jelas.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman, dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan. Dalam setiap hal peserta didik harus belajar, untuk itu mereka harus memiliki pengalaman dan kompetensi yang dapat menimbulkan kegiatan belajar.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas yang paling sukar tetapi, penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik, dilaksanakan secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup, kurang bermakna, kurang menantang rasa ingin tahu, dan kurang imaginatif.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. Dalam hal ini diharapkan guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Bagaimana keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? Jika berhasil, mengapa, dan jika tidak berhasil mengapa? Apa yang bisa dilakukan di masa mendatang agar pembelajaran menjadi sebuah perjalanan yang lebih baik? Apakah peserta didik dilibatkan dalam menilai kemajuan dan keberhasilan, sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya (self-directing)? Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan penilaian yang harus dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
d)     Guru sebagai pekerja rutin
Guru bekerja dengan ket erampilan, dan kebiasaaan tertentu, serta kegiatan yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak di kerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya.
Sedikitnya terdapat 17 (tujuh belas kegiatan) yang sering dikerjakan guru dalam pembelajaran di setiap tingkat, yaitu :
1.      Bekerja tepat waktu baik di awal maupun akhir pembelajaran.
2.      Membuat catatan dan laporan sesuai dengan standar kinerja, ketetapan dan jadwal waktu.
3.      Membaca, mengevaluasi dan mengembalikan hasil kerja peserta didik.
4.      Mengatur kehadiran peserta didik dengan penuh tanggung jawab.
5.      Mengatur jadwal, kegiatan harian, mingguan, semester dan tahunan.
6.      Mengembangkan peraturan dan prosedur kegiatan kelompok, termasuk diskusi.
7.      Menetapkan jadwal kerja peserta didik.
8.      Mengadakan pertemuan dengan orang tua dan dengan peserta didik.
9.      Mengatur tempat duduk peserta didik.
10.  Mencatat kehadiran peserta didik.
11.  Menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, kepustakaan, dan media pembelajaran.
12.  Menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, kepustakaan, dan media pembelajaran.
13.  Menghadiri pertemuan dengan guru, orang tua peserta didik dan alumni.
14.  Menciptkan iklim kelas kondusif.
15.  Melaksanakan latihan-latihan pembelajaran.
16.  Merencanakan program khusus dalam pembelajaran, misalnya karyawisata.
17.  Menasehati peserta didik.

























[1] Departemen Agama, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20  Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, 2006. Hal. 81
[2] Departemen Agama, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, 2006. Hal. 81
[3] Dr. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 6. Jakarta : Bumi Aksara, 2006. Hal. 39
[4] Dr. Zakiah Daradjat, dkk. Ibid.
[5] Drs. H. Suteja, M.Ag., Pendidikan Brbasis  Al-Qur’an, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Cirebon : Pangger Press, 2009. Hal. 165
[6] Muhamad Nurdin., Kiat menjadi Guru Peofesional, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2008. Hal. 156
[7] Muhamad Nurdin., Kiat menjadi Guru Peofesional, Ibid
[8] Drs. H. Suteja, M. Ag. Ibid
[9] Muhamad Nurdin., Kiat menjadi Guru Profesional, Op. Cit. Hal. 128
[10] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali Pers, 2010. Hal : 126-127
[11] Dr. Zakiah Darajat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. 4, Jakarta : Bumi Aksara, 2008. Hal. 263- 264
[12] Dr. Zakiah Darajat, dkk, Ibid. Hal 264-265
[13] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Cet.6, Bandung : Rosdakarya Offset, 2007. Hal.37-53
[14] Sardiman A.M., Op.Cit..,Hal.137-138

1 komentar: