Jumat, 18 Desember 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS NABI SAW



Sejarah Perkembangan hadis nabi SAW terbagi kepada tiga periode:
1.      Periode pra kodifikasi
2.      Periode kodifikasi
3.      Periode pasca kodifikasi
4.      Periode pra kodifikasi

I.     PERIODE PRA KODIFIKASI
a.       Pertama Masa Nabi.
Perkembangan  hadis pada masa Nabi sebenarnya berjalan secara alamiah. Dimana pun Nabi berada selalu ada sahabat yang mengikutinya untuk mendengarkan pesan-pesan agama dari Beliau, baik berupa ayat Al-Qur’an maupun al-Hadis.
Hal ini dapat dibuktikan dengan sebuah pengalaman yang dialami oleh sekelompok pemuda yang sengaja datang kepada Nabi untuk belajar.
Penulisan hadis pada masa Nabi tidak mendapat persetujuan secara resmi dari Nabi karena: 
1. Khawatir akan bercampurnya antara al-Qur’an dengan al-Hadis, karena al-Qur’an masih dalam proses penulisan.
2. Para sahabat di minta oleh Nabi untuk menfokuskan perhatian mereka kepada al-Qur’an, karena pemeliharaan al-Qur’an menjadi kewajiban utama bagi mereka ketika itu.
3. Ada larangan secara khusus dari Nabi.

Ø  Kontroversi Tentang Penulisan Hadis Masa Nabi

Nabi melarang menulis hadis, mengacu kepada hadis yang berbunyi:
لاتكتبو اعنّى شيئا غير القران فمن كتب عنىّ شيئا غير القر ان فليمحه
 ” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)

Nabi menyuruh sahabat untuk menulis hadis, mengaju kepada hadis :
اكتب فو الذى نفسى بيده ما خرج منه الاالحق
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)

Untuk memahami kedua hadis tersebut, yang terlihat bertentangan, ulama menyatakan:
1. Munculnya larangan dari Nabi, karena adanya kekhawatiran bercampurnya al-Qur’an dengan al-Hadis. Dengan demikian jika kekhawatiran itu bisa diatasi, maka tidak dilarang.
2. Larangan hanya ditujukan kepada sahabat yang dikhawatirkan mencampurkan al-Qur’an dan al-Hadis. Sedangkan bagi sahabat yang tidak dikhawatirkan akan bercampur, maka mereka diberi izin untuk menulis hadis. Diantara mereka:  Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik.
3. Larangan adalah penulisan yang bersifat resmi, sedangan perintah adalah yang bersifat pribadi, seperti shahifah shodiqah milik Abdullah bin Amr.  

b.      Kedua Masa Sahabat dan Tabi’in

ü  Pada masa ini dikenal dengan istilah taqlil al-riwayah (pembatasan riwayat). Alasannya:
1.    Agar para sahabat tidak asal meriwayatkan.
2.    Agar mereka berhati-hati dalam riwayat.
3.    Abu Bakar mensyaratkan adanya saksi dalam periwayatan hadis, seperti Imam Malik yang meriwayatkan hadis tentang waris.
4.    Umar bin Khatab juga mensyaratkan saksi, seperti riwayat Ubay bin Kaab tentang .
5.    Usman dan Ali agak longgar dalam hal riwayat.

ü  Tokoh-Tokoh Sahabat Periwayat Hadis Terkemuka :

1.      Abu Hurairah telah meriwayatkan hadis sebanyak 5374 hadis.
2.      Abdullah bin Umar sebanyak 2630 hadis.
3.      Anas bin Malik sebanyak 2286 hadis.
4.      ‘Aisyah sebanyak 2210 hadis.   
5.      Abdullah bin Abas sebanyak 1660 hadis.
6.      Jabir bin Abdulllah sebanyal 1540 hadis.
7.      Abu Sa’id al-Khudri sebanyak 1170 hadis.

II.      PERIODE KODIFIKASI
Masa ini dikenal dengan istilah tadwin al-hadis (pembukuan hadis). Khalifah yang terlibat secara langsung dalam hal ini adalah khalifah Umar bin Abdul Azis (khalifah ke-8 dinasti Umayyah, tahun 99 H).
Sejak itulah hadis ditulis dan dibukukan secara serius dan intensif oleh para ulama yang ahli di bidangnya. Mereka mencurahkan tenaga dan fikirannya untuk menghasilkan kitab hadis yang bisa dipertanggung jawabkan keberadaannya.
Alasan Umar Bin Abdul Azis membukukan hadis adalah:
1.       Khawatir akan hilangnya hadis bersamaan dengan meninggalnya para ulama.
2.       Khawatir akan bercampurnya antara hadis yang benar dan yang palsu.
3.       Karena wilayah Islam semakin luas, sedangkan kemampuan para ulama di setiap wilayah berbeda, sehingga pengetahuan umat tentang hadis menjadi tidak seimbang.
Orang  yang diperintahkan Umar untuk melakukan tugas tersebut adalah Ibnu Hazm (Gubernur Medinah) dan Ibnu Syihab al-Zuhri (seorang ulama hadis terkemuka), sekitar awal abad ke-2 H.
Hasil kodifikasi mereka berdua menunjukan hasil yang luar biasa, sebagai pelopor dalam pembukuan hadis secara resmi.
Semenjak itu banyak ulama yang merasa terpanggil untuk mengikuti langkah mereka membukukan hadis, seperti Imam Malik dengan kitab al-Muwattha’, Imam Syafi’i dengan kitab al-Musnad.
Inilah kitab hadis pertama yang masih ada sampai sekarang.
       Sejak pecahnya perang ant kelompok ‘Ali VS Muawiyah dan berlanjut dg munculnya berbg kelompok / mazhab politik, teologi & fiqh, mk muncul pulalah hds2 palsu. Inilah sbbnya masa ini disbt juga dg Masa Penyebaran Hadis Palsu.
       Untuk menghambat penyebaran hadis palsu, maka para khalifah melakukan upaya pencegahan, ant-lain:
1.      Mengutus ulama hadis ke berbagai wilayah, spt: Madina, Makah, Syam, Kufah, Basrah, Mesir, Yaman, Khurasan, dll.
2.      Khalifah Umar b Abd al-Azîz (99-101H) menginstruksikan Abu Bakar b Muhammad utk menghimpun hadis yg ada pd  `Amrah bt `Abd  al-Rahman & Qasim utk dikodifikasikan. Dan, Al-Zuhri yg pertama2 menyelesaikan tugas khalifah tsb lalu kitabnya disebar ke brbg daerah sbg bahan penghimpunan hadis selanjutnya.

Ø  Kontroversi sekitar Kodifikasi Hadis (تَدْوِينُ الحديث)
Salah satu permasalahann mendasar dlm ilmu hadis adlh masalah Tadwîn al-Hadits => proses penulisan (الكِتَابَة), pengumpulan (الجَمْعُ) smp pd penyusunan hadis dlm bentuk buku.
Dikatakan mendasar krn mempelajari sejarah tadwîn al-hadîts berarti mempelajari ttg proses pemeliharaan hds dr masa awal Islam smp masa pembukuannya. Jika proses pemeliharaan hadis ini sejak awal smp akhir abad I Hijriyah  diyakini hanya dipelihara lewat hapalan saja maka otentisitas hds Nabi diragukan. Sebab bgmanapun juga tulisan adlh alat yg lbh baik dlm menyimpan data daripada hapalan yg kemampuannya terbatas.

Ø  Sebab terjadinya kontroversi

1.        Karena memang ada dua hadis yg berbeda, yakni ada hadis yg melarang penulisan hadis & ada hadis yg membolehkan bahkan memerintahkan penulisan tsb.
2.        Adanya perbedaan interpretasi thd hadis karena perbedaan sudut pandang & perbedaan kepentingan (misal: Sunni, Syi’ah & Orientalis).

Menurut Syi‘ah, keterlambatan penulisan hadis di kalangan Sunni karena mereka meyakini adanya hadis yg melarang penulisan hds, shg hds2 di kal Sunni tdk dpt dipertanggung jawabkan. Hadis larangan tersebut diriwayatkan Abu Sa‘id al-Khudri dari Nabi saw:
لاَ تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّار  (HR. Mus, Ahm & Drm)
       Berdsr penelitian penulis: hadis di atas adalah sahih.
       Skrg, bgmn menyelesaikan pertentangan dalil tsb?
       Pada kasus ini, umumnya ulama menempuh metode al-jam`u wa al-tawfîq & al-nâsikh wa al-mansûkh.
       Bagi yg memilih metode al-jam`u maka larangan tsb khusus penulisan hadis brsm Al-Qur’an krn dikhwtirkn trjdi percampuran.
       Smntra bagi yg memilih nâsikh-mansûkh berpndpt bhw krn kekhwtran itu sdh tdk ada, khususnya sjk Nabi membolehkan hadis-hanya dituliskan --aplgi stlh Al-Qur’an dibukukan--, maka ketentuan hds yg mlarang penulisan hds tlh di-nasakh oleh hadis Nabi yg memperkenankan bahkan memerintahkan penulisan hadis.

III.   PERIODE PASCA KODIFIKASI
Masa ini merupakan kelanjutan masa kodifikasi, yang ditandai dengan beberapa hal:
1. Masa penyeleksian hadis (abad ke-3 H)
Pada masa inilah hadis baru diseleksi secara ketat untuk membedakan antara hadis shahih, dha’if, dan palsu.
Ulama yang terkenal pada masa ini adalah: Al-Bukhari (kitab Shahih), Muslim (kitab Shahih), Abu Dawud (kitab Sunan), Turmuzi (kitab Sunan), Nasa’i (kitab Sunan), Ibnu Majah (kitab Sunan).

Setlh mulai beredar hadis2 palsu & da‘if akibat pertentgn politik, maka muncul gerakan pentashihan (penyeleksian) hadis sejak Dinasti Abbasiah (201-300 H). Hal ini karena pd periode seblmnya, belum dipisahkan hds mawquf & maqthu‘ dari yg marfu‘, dmk pula hds2 daif dari yg sahih.
Pd masa inilah Kitab Standar yg 6 (Kutub al-Sittah) + 3 Kitab Hadis masyhur lainnya disusun, seperti:
1. al-Jami al-Shahih lil-Bukhari          7. Sunan al-Darimi
2. al-Jami al-Shahih li Muslim            8. Musnad al-Imam Ahmad
3. Sunan Abi Dawud               9. Muwaththa’ Imam Malik
4. Sunan al-Tirmidzi                -dll.     
5. Sunan al-Nasa’i     
6. Sunan Ibn Majah

Masa penyempurnaan (abad ke 4 H)
Masa ini ditandai dengan usaha para ulama hadis untuk  mengklasifikasikan hadis dengan tema-tema tertentu, baik berdasarkan nilai hadisnya, maupun isi hadisnya.
Contohnya:
Kitab Riyadhus Solihin yang ditulis oleh Nawawi berisi tentang hadis-hadis sohih semata yang diambil dari kitab Bukhari dan Muslim.
Kitab Targhi wa Tarhib yang ditulis oleh al-Munzir berisi tentang hadis-hadis akhlaq.

Masa Pengembangan & Penyempurnaan Sistem Penyusunan ktb2 hds.

Meskipun kegiatan pentashihan tetap ada, namun kegtn yg dominan pd masa ini (abad 4 – skrg) adlh pengembangan & penyempurnaan sistem penyusunan ktb yg sdh ada sblmnya.
Pada masa ini muncul kitab & ulama hadis seperti:
1. Shahih Ibn Khuzaymah
2. Taqsim Ibn Hibban
3. Mustadrak al-Hakim
4. al-Mu‘jam al-Kubra, al-Awsath & al-Shugra lil-Thabrani
5. Sunan al-Daraquthni
6. al-Sunan al-Kubra lil-Bayhaqi (abd 5 H)
7. al-Nawawi (abd 7 H), Ibn Hajar al-’Asqallani (abd 9H),
    al-Suyuthi (abd 10 H), dll   
8. Komputerisasi Kitab Hadis (‘90an M): Mawsu‘at al-Hadits, al-Maktabat al-Alfiah lis-Sunnah, al-Maktabat al-Syamilah.