A.
Perkembangan
Hadits Pada Masa Ini Ditandai Dengan Ciri-ciri Sebagai Berikut :
1.
Para sahabat menerima hadis secara langsung
dan tidak langsung.
2.
Para sahabat yang banyak menerima pelajaran
beliau adalah :
a)
Yang terdahulu masuk islam (As-sabiqunal
awwalun) seperti khalifah empat, Abdullah bin mas’ud.
b)
Yang selalu berada disamping nabi dan
bersungguh-sungguh menghafal hadits (seperti Abu hurairah), atau yang mencatat
hadist (seperti Abdullah bin Amr bin Ash).
c)
Yang lama hidupnya sesudah nabi, karena dapat
menerima hadist dari sesama sahabat, seperti Anas bin malik dan Abdullah bin
Abbas.
d)
Yang erat hubungannya dengan nabi, yaitu ummul
mu’minin, seperti siti aisyah dan ummu salamah.
3.
Hadist atau sunnah nabi tidak ditulis seperti
Al-Qur’an, karena ada larangan Nabi Saw, yang khawatir andaikan campur dengan
Al-Qur’an. Kecuali :
a)
‘Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash (w. 65 H/685 M), shahifahnya disebut
Ash-Shadiqah.
b)
Ali ibn Abi Thalib (w.40 H/611 M), penulis hadits tentang hukum diyat,
hukum keluarga, dll
c)
Anas bin Malik
d)
Sumrah ibn Jundab (w.60 H/680 M)
e)
Abdullah ibn Abbas (w. 69 H/689 M)
f)
Jabir ibn ‘Abdullah al-Anshari (w. 78 H/697 M)
g)
Abdullah ibn Abi Awfa’ (w.86 H)
B.
Cara Rasulullah
Menyampaikan Hadits :
1)
Melalui para jema’ah pada pusat pembinaannya
yang disebut dengan majelis al-‘ ilmi.
2)
Dalam banyak kesempatan Rasulullah saw. juga
menyampaikan haditsnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian
disampaikannya kepada orang lain.
3)
Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka,
seperti ketika haji wada’ dan fathul makkah.
4)
Untuk hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan
dengan soal keuarga dan kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan
suami istri, Nabi menyampaikan melalui istri-istrinya.
5)
Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka,
seperti ketika futuh Mekkah dan haji wada’. Ketika menunaikan ibadah Haji pada
tahun 10 H (631 M)
6)
Melalui perbuatan langsung yang disaksikan
oleh para sahabatnya, yaitu dengan jalan musyahadah, seperti yang berkaitan
dengan praktik-praktik ibadah dan muamalah.
C.
Aktifitas Menulis
Hadist
Hadist tentang larangan menulis. Rasulullah Saw. Bersabda :
لاتكتبو اعنّى شيئا غير
القران فمن كتب عنىّ شيئا غير القر ان فليمحه
” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari
saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah
menghapusnya”.(HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)
Hadist yang membolehkan penulisan hadist :
اكتب فو الذى نفسى بيده
ما خرج منه الاالحق
” tulislah!, demi
Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang
hak”.(Sunan al-Darimi)
Dua hadist diatas
tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
1)
Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada
awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran.
Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang
mengenal Al-Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan
perintah yang membolehkannya.
2)
Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat
umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki
keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan
tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
3)
Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada
orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya
diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar