Minggu, 29 November 2015

PERKEMBANGAN HADITS PADA MASA RASULULLAH



A.    Perkembangan Hadits Pada Masa Ini Ditandai Dengan Ciri-ciri Sebagai Berikut :

1.     Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung.
2.     Para sahabat yang banyak menerima pelajaran beliau adalah :
a)       Yang terdahulu masuk islam (As-sabiqunal awwalun) seperti khalifah empat, Abdullah bin mas’ud.
b)       Yang selalu berada disamping nabi dan bersungguh-sungguh menghafal hadits (seperti Abu hurairah), atau yang mencatat hadist (seperti Abdullah bin Amr bin Ash).
c)        Yang lama hidupnya sesudah nabi, karena dapat menerima hadist dari sesama sahabat, seperti Anas bin malik dan Abdullah bin Abbas.
d)       Yang erat hubungannya dengan nabi, yaitu ummul mu’minin, seperti siti aisyah dan ummu salamah.

3.  Hadist atau sunnah nabi tidak ditulis seperti Al-Qur’an, karena ada larangan Nabi Saw, yang khawatir andaikan campur dengan Al-Qur’an. Kecuali :
a)       ‘Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash (w. 65 H/685 M), shahifahnya disebut Ash-Shadiqah.
b)       Ali ibn Abi Thalib (w.40 H/611 M), penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga, dll
c)        Anas bin Malik
d)       Sumrah ibn Jundab (w.60 H/680 M)
e)       Abdullah ibn Abbas (w. 69 H/689 M)
f)         Jabir ibn ‘Abdullah al-Anshari (w. 78 H/697 M)
g)       Abdullah ibn Abi Awfa’ (w.86 H)

B.    Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits :
1)    Melalui para jema’ah pada pusat pembinaannya yang disebut dengan majelis al-‘ ilmi.
2)    Dalam banyak kesempatan Rasulullah saw. juga menyampaikan haditsnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain.
3)    Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ dan fathul makkah.
4)    Untuk hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keuarga dan kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami istri, Nabi menyampaikan melalui istri-istrinya.
5)    Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika futuh Mekkah dan haji wada’. Ketika menunaikan ibadah Haji pada tahun 10 H (631 M)
6)    Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya, yaitu dengan jalan musyahadah, seperti yang berkaitan dengan praktik-praktik ibadah dan muamalah.

C.       Aktifitas Menulis Hadist

 Hadist tentang larangan menulis. Rasulullah Saw. Bersabda :
لاتكتبو اعنّى شيئا غير القران فمن كتب عنىّ شيئا غير القر ان فليمحه
 ” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)

Hadist yang membolehkan penulisan hadist :
اكتب فو الذى نفسى بيده ما خرج منه الاالحق

” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)

Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:

1)      Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
2)      Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
3)      Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar